23 Juni 2009

Kajian Kepemimpinan Satuan

     Beberapa hari lalu perwira siswa menerima Lembar Tugas Kepemimpinan satuan. Dalam persoalan Pasis diberikan sebuah ilustrasi cerita fiksi yang menggambarkan satuan yang bertempur dengan panik dan satuan yang bertempur dengan berani. Namun sekalipun bersifat fiksi, apa yang digambarkan dalam cerita tersebut diambil dari kejadian-kejadian pertempuran yang sungguh-sungguh terjadi. Inti dari persoalan ini, Pasis mendapat tugas untuk mencari tahu mengapa Kompi B bertempur dengan panik kemudian lari  meninggalkan daerah pertahanan dan mengapa Kompi C bertempur dengan berani serta berhasil mengusir musuh.

    Pasis yang bertindak sebagai Kolonel Andaru seolah-olah turun langsung kelapangan untuk mencari tahu apa yang terjadi dan membuat kajian sebagai lampiran laporan kepada Panglima Divisi.

    Titik penting dalam ilustrasi cerita tersebut adalah dimensi manusia dalam peperangan yang tidak pernah berubah sejak awal timbulnya perang, yaitu: kepercayaan/keyakinan, moral, keberanian, keinginan bertempur dan kepemimpinan. Fokuskan kajian pada pertanyaan berikut:

  • Bagaimana para pemimpin melaksanakan tanggung-jawab menyelesaikan tugas sambil memperhatikan prajuritnya?
  • Bagaimana pemimpin Kompi B dan Kompi C mempengaruhi keberanian dan keinginan bertempur prajuritnya?
  • Kepemimpinan apa yang menyebabkan kepanikan?
  • Kepemimpinan apa yang menyebabkan keberhasilan serangan?

    Pada bab “Data dan Fakta”, tuangkan fakta- fakta yang didapatkan ketika mengunjungi Kompi B baik melalui pengamatan/observasi maupun wawancara dengan Komandan Kompi B dan prajurit Kompi B, demikian juga saat mengunjungi Kompi C. Apa yang ditunjukkan oleh fakta-fakta tersebut berkaitan dengan dimensi manusia dalam peperangan.

     Pada bab “Analisa” lakukan pendalaman terhadap fakta-fakta yang didapat, lihat apakah ada interaksi antara fakta satu dengan lainnya, temukan apa sebenarnya yang terjadi dan apa penyebabnya. Contoh: Satu fakta mengatakan bahwa Kompi B mengalami kepanikan pada saat bertempur.  Kepanikan prajurit Kompi B mulai terjadi ketika mendengar Kompi ditempatkan pada posisi pertahanan yang paling berbahaya dan ada desas desus hal itu disengaja karena buruknya hubungan Danki dengan Kasiops. Temukan secara akademis apa pengertian panik, apa penyebab panik dan apa pengaruh panik, korelasikan dengan situasi yang dihadapi Kompi B dengan memberikan fakta-fakta untuk mendukung pernyataan akademis tersebut ( proses pendefinisian ). Selanjutnya temukan secara akademis apa penyebab panik, korelasikan dengan obyek analisa dengan memberikan fakta-fakta yang mendukung.

     Memang sulit untuk pasis memberikan jawaban secara ideal atas seluruh obyek yang sedang dikaji, namun minimal ada 2 atau 3 point yang dapat dilakukan secara ideal ( ketua sindikat bisa menentukan fokus yang harus dibahas secara mendalam bagi kelompok, selanjutnya pada diskusi sindikat dapat dirangkum mendekati jawaban yang mendekati ideal ).

     Mengapa Pasis harus melakukan proses berpikir semacam itu ? Karena sesungguhnya domain terbesar proses penyerapan pengetahuan ( kognisi ) Pasis Seskoad adalah pada tingkat analisis ( menurut Michael Bloom terdapat 6 tingkatan kognitif pada manusia, yaitu: mengetahui – memahami – aplikasi – analisa – sintesa –evaluasi ).

     Demikian sekedar arahan dalam mengerjakan persoalan kepemimpinan satuan, semoga bermanfaat.

Baca selengkapnya . . .

19 Juni 2009

American Generalship (resensi buku)

     Di bidang militer kepemimpinan merupakan satu faktor yang sangat penting untuk mencapai suatu tujuan. Mengenai kepemimpinan ini banyak buku yang mengulasnya. Dari banyak buku tersebut biasanya ada satu kesimpulan secara umum yaitu berkaitan dengan keahlian dalam bidangnya, keteladanan, kemampuan komunikasi, kemampuan mengelola (manajemen), dan kemampuan memberikan perhatian kepada manusia lain. Bahkan John C. Maxwell dalam bukunya “The Right to Lead” secara tegas dan lugas mengatakan: “Hak untuk memimpin bukanlah diraih lewat pemilihan atau penunjukan. Mempunyai posisi, nama jabatan, pangkat atau gelar tidaklah membuat siapapun memenuhi syarat untuk memimpin sesamanya. Kepemimpinan adalah pengaruh, tidak kurang, tidak lebih.”

     Dalam bidang militer untuk dapat mempunyai pengaruh dan agar dikenang oleh anak buah sebagai seorang pemimpin yang baik memerlukan beberapa persyaratan yang harus dipenuhi. Berikut ini ada satu buku mengenai kepemimpinan yang ditulis oleh Dr Edgar F. Puryear sebagai hasil dari wawancara dari kurun waktu PD II sampai tahun 1999 terhadap ratusan jenderal bintang empat atau lima dari AD, AU, AL, dan Marinir Amerika Serikat. Judul buku tersebut adalah AMERICAN GENERALSHIP. Character is Everything: The Art of Command. Selamat membaca. Semoga bermanfaat.

clip_image002

     Buku ini akan menambah pengetahuan dan pengertian kita tentang kepemimpinan, yang berisi contoh sifat-sifat yang sudah teruji dari pemimpin-pemimpin militer Amerika yang diwawancarai oleh penulisnya Dr Edgar F. Puryear dari kurun waktu PD II sampai tahun 1999. (Lebih dari seratus jenderal bintang empat dari AD, AU, AL, dan Marinir dia temui, juga para perwira yang pernah berada di bawah komando mereka guna memperoleh jawaban, apa kunci sukses mereka). Puryear mengkaji beberapa orang jenderal bintang lima antara lain George Marshall, Douglas MacArthur, Dwight Eisenhower, George Patton sampai dengan Norman Schwarzkopf. Dari wawancara ini dirumuskan prinsip-prinsip kepemimpinan yang konsisten dengan nilai-nilai yang dianut oleh angkatan darat Amerika seperti yang dirumuskan dalam FM 22-100. Prinsip-prinsip tersebut antara lain adalah pengetahuan profesional, kemampuan mengambil keputusan, rasa kemanusiaan, keberanian, perhatian, pendelegasian wewenang, loyalitas, pengorbanan diri dan berkarakter. Dari beberapa prinsip tersebut yang terpenting adalah berkarakter. “There are many qualities that combine to make a leader successful. Among the most important are professional knowledge, decision, humanity, equity, courage, consideration, delegation, loyalty, selflessness, and character... . it is clear that there is absolutely nothing as important in successful leadership as character”

     Buku ini terdiri dari 11 bab membahas tentang tentang detail karakteristik yang menentukan keberhasilan seorang pemimpin mulai pengorbanan diri (selflessness), pengambilan keputusan, perlunya “indera keenam” dalam mengambil keputusan, tidak menjadi “yes man”, perlunya membaca buku sebagai upaya menambah pengetahuan profesionalnya, perlunya mentorship untuk menunjang keberhasilannya, pertimbangan-pertimbangan, pendelegasian wewenang, memecahkan persoalan, dan yang lain-lain yang berkaitan dengan kepemimpinan. Disamping menguraikan mengenai kualitas yang mendukung kepemimpinan buku ini juga mendiskusikan contoh-contoh reflektif dalam kehidupan sehari-hari para pemimpin tersebut.

     Dalam bab pertama dibicarakan mengenai kualitas pengorbanan diri seorang pemimpin. Mengenai pengorbanan diri ini contoh yang sangat dominan adalah Washington yang mengorbankan diri demi Amerika yang demokratis seperti sekarang ini. Apabila dia mau maka dia akan dimahkotai, hidup enak, terkenal, namun dia menolaknya karena demi kepentingan yang lebih besar. Dalam hal pengorbanan diri ini kehidupan militer merupakan contoh yang baik bagi timbulnya karakteristik ini karena tugasnya yang biasanya berkaitan dengan situasi sulit baik bagi dirinya maupun bagi keluarganya. “In many respects, the entire military is selfless, as are their families. They put up with low pay, slow promotions, frequent moves, long family separations, and period of inadequate funding for training and supply resources; sometimes they have to put up with bureucratic stupidity and self seeking politicians, often suffering a lack of recognition and appreciation, indeed sometimes the hostility of the population. On occasion, their families have tolerate poor medical care ...”. Dalam hal pengorbanan diri, ternyata hal ini merupakan sesuatu yang sulit karena semakin lama bekerja di militer dan semakin tinggi pangkatnya semakin banyak keistimewaan yang diperoleh dan posisi menjadi mapan. Dalam kondisi mapan ini biasanya para pemimpin menjadi sulit berubah atau cenderung tidak mau berubah. Seperti kata Jenderal Spaatz “ the older you are in your profession, the more you resist change”. Jadi jenderal yang baik seharusnya sangat menonjol sifat pengorbanan dirinya, sehingga mengutamakan kepentingan yang lebih besar khususnya kepentingan negaranya.

     Dalam bab kedua dibicarakan mengenai pengambilan keputusan sebagai intisari dari kepemimpinan. Demikian pentingnya pengambilan keputusan itu, maka timbul suatu rumusan yaitu keputusan yang buruk lebih baik dari pada tidak mengambil keputusan sama sekali (a bad decision is better than no decision). Memang tidak ada rumusan yang pasti mengenai bagaimana mengambil keputusan. Yang jelas pengambilan keputusan itu harus dilandasi dengan informasi atau pengetahuan yang cukup mengenai suatu hal. Oleh karena itu jenderal Marshall mempersyaratkan stafnya untuk membuat paper yang walaupun bagaimana kompleksnya persoalan hanya dalam maksimum dua lembar kertas. Formatnya adalah, pernyataan masalah, faktor-faktor yang berpengaruh (pro, kontra), diskusi, kesimpulan dan terakhir yang terpenting adalah cara bertindak yang harus diambil. Atau seperti yang ditanyakan kepada jenderal Schwarzkopf tentang bagaimana metodologi pengambilan keputusan yang dijawab dengan singkat, yang pertama ketahui tugas pokok, kemudian analisis tugas pokok, dan perintahkan staf kembangkan tiga cara bertindak dengan berbagai kerugian dan keuntungannya dan giliran saya untuk mengambil keputusan. Namun ketika ditanyakan kepada Eisenhower tentang bagaimana cara mengambil keputusan, dijawab dengan singkat: “ beradalah di sekitar para pengambil keputusan dan buku “ (Be arround people making decisions and books).

     Dalam bab ketiga dibicarakan mengenai peranan “perasaan” dan “indera keenam” dalam proses pengambilan keputusan. Walaupun banyak ahli tidak menyetujuinya, namun dari berbagai wawancara dengan para jenderal ternyata “perasaan” dan “indera keenam” harus dimiliki dalam memimpin anak buahnya. Suatu contoh, Eisenhower selalu berinteraksi dengan anak buahnya (seperti yang pernah dilakukan oleh jenderal M. Yusuf) dengan pertanyaan-pertanyaan sederhana yang sangat dimengerti oleh prajuritnya untuk menyukseskan tugasnya. Pernah suatu ketika, dia mengunjungi medan pertempuran dan dia melihat anggota yang termenung di pinggir sungai. Dia bertanya, ada apa nak (how are you feeling, son?). Angota tersebut menjawab, saya sangat cemas, saya baru saja terluka dan baru sembuh, saya merasa tidak nyaman. Eisenhower menjawab, “kalau begitu kita adalah pasangan yang tepat, karena saya cemas juga. Tetapi kami sudah rencanakan serangan ini masak-masak dan sudah lama, kita punya pesawat, punya senjata, punya pasukan lintas udara yang pasti akan menghancurkan Jerman. Kalau begitu, kita jalan-jalan bersama menyusuri sungai ini”. Atau ketika di rumah sakit, seorang tamtama yang sedang antri untuk menerima donor darah berkata, (ketika Eisenhower lewat), mungkin kita bisa dapat darahnya dan kita akan jadi jenderal karenanya. Mendengar hal tersebut, Eisenhower berkata “mudah-mudahan saja engkau tidak mewarisi sifat-sifat burukku”.Dan itulah yang dilakukan Eisenhower yaitu mengunjungi rumah sakit berbincang-bincang dengan yang luka, menyebut namanya dan melakukan tindakan-tindakan lain yang manusiawi. Mengenai “perasaan” dan “indra keenam”, Norman Schwarzkof menyatakan belajar dari Kolonel Ngo Quang Truong yang posturnya digambarkan sebagai “tidak tampak” atau “tidak menunjukkan” seorang tentara tetapi sangat ditakuti oleh para komandan Vietnam Utara. Hal ini disebabkan oleh kemampuannya yang luar biasa dalam menghancurkan lawan dengan tepat dan jarang meleset. Ternyata dia adalah seorang jenius yang mengadopsi taktiknya Hannibal yang digunakan pada tahun 217 SM. Disamping hal-hal yang dilakukan oleh beberapa jenderal tadi, penampilan yang mencirikan seseorang juga menentukan dalam kepemimpinannya. Sebagai contoh Eisenhower selalu menggunakan topi dan jaket yang dikenal dengan “jaket Ike” yang akhirnya dijadikan seragam tentara Amerika. (seperti yang dilakukan jenderal Wismoyo Arismunandar dengan seragam yang sebenarnya tidak sesuai Gamad, dengan kaos hitam dan lengan sempit di ujung yang menjadi ciri pada saat itu)

     Dalam bab keempat dibicarakan mengenai karakteristik tidak menjadi “yes man” atau “pak turut” yang menjadi ciri khas kepemimpinan para jenderal. Seorang pemimpin militer seharusnya mempunyai sifat menerima tentangan dari anak buahnya maupun teman sejawatnya walaupun itu menyakitkan dan sangat mengecewakan. Jadi sebagai pemimpin militer yang baik sebaiknya mempunyai staf atau anak buah dengan karakteristik yang mampu memberikan saran yang benar dan tidak harus menyenangkan hatinya. Sebagai contoh, Norman Schwarzkof karena keahlian dan pengalamannya pernah membantah perintah seorang Brigjen Zeni yang tidak punya kemampuan dalam bidang operasi. Sebagai akibatnya Danbrignya Kolonel Joe Clemons karena bertanggung jawab atas tindakan Norman Schwarzkof berhenti karirnya dan seperti kita ketahui Schwarzkof karirnya terselamatkan menjadi Jenderal, karena Danbrignya menyadari bahwa apa yang disampaikan anak buahnya itu benar walaupun itu bertentangan dengan pendapat atasannya.

     Seperti disampaikan di bab sebelumnya, Eisenhower ketika ditanya tentang bagaimana cara mengambil keputusan, dijawab dengan singkat beradalah di sekitar para pengambil keputusan dan buku (Be arround people making decisions and books). Maksudnya adalah membaca itu merupakan sesuatu yang penting yang akan membantu membentuk seseorang menjadi pemimpin. Jenderal Paton juga berpendapat yang sama, untuk menjadi tentara yang sukses harus tahu mengenai sejarah yang pasti diketahui dari membaca. Bahkan jenderal David C. Jones yang melayani presiden Nixon, Ford, Carter, dan Reagan yang pendidikan formalnya “rendah” namun bisa menjadi sukses karena membaca buku. Namun membaca saja tidaklah cukup untuk menjadikan seorang pemimpin yang berhasil. Contohnya adalah George McClellan. Ia adalah lulusan terbaik kedua Akademi Militer AS tahun 1846, seorang perwira Zeni. Berdasarkan prestasi akademisnya, dia ditunjuk menjadi dosen di West Point. Sebagai pengajar, kariernya melesat sehingga ia ditugaskan ke Eropa untuk mengkaji sistem pertahanan setempat bahkan sempat mengunjungi Waterloo. Kembali ke negaranya, dia membawa lebih dari 200 buku dan pengamatannya selama tugas dia tuangkan dalam sebuah laporan yang bagus, kritis, dan sangat mengagumkan. Dengan tulisannya, dia berhasil memesona pucuk pimpinan militer sekaligus meraih predikat pakar ilmu perang serta dicalonkan untuk menjabat posisi panglima. Tidak lama setelah itu, Amerika Serikat dilanda perang saudara. Semua orang menyambut gembira ketika Presiden Abraham Lincoln mengangkat McClellan menjadi mayor jenderal sambil menetapkannya sebagai panglima pertahanan ibu kota. Namun prestasinya di lapangan sangat mengecewakan. Pasukan Konfederasi berhasil menjebol pertahanannya dan membakar Gedung Putih yang saat itu sedang dibangun. Kegagalan McClellan memicu pertanyaan, bagaimana mungkin sosok yang begitu pintar, penampilan meyakinkan, pemikiran cemerlang, pada uji pertama sudah harus gagal. Kasus ini membuktikan, kemampuan mendalami ilmu perang tidak otomatis menjamin keberhasilan sebagai panglima dan komandan di lapangan. Jadi membaca saja untuk menjadi pintar tidak cukup tetapi harus juga diimbangi dengan karakter yang kuat untuk menjadi seorang pemimpin yang berhasil.

     Dalam bab enam ditekankan pentingnya mentoring dalam mencetak pemimpin-pemimpin yang baru. Seperti yang disampaikan oleh Eisenhower untuk menjadi seorang pemimpin harus berada di sekitar pemimpin. Bahkan Jenderal W.L. Creech menyampaikan bahwa tugas utama dari seorang pemimpin adalah mencetak pemimpin yang baru. Mentorship berbeda dengan sponsorship. Mentorship ini lebih mengarah pada meritokrasi yang berbasiskan pada kemampuan. Mentorship lebih menekankan aspek memberikan petunjuk, bimbingan, konsultasi, nasehat serta pengajaran, termasuk kerelaan sang mentor untuk “membuka pintu” bagi yang dibimbing. Eisenhower menjadi jenderal juga tidak terlepas dari peran mentornya jenderal Gerow, yang mengangkatnya. Disamping itu ada juga peran temannya yaitu, Mark Clark yang ketika ditanya jenderal Marshall tentang siapa orang yang tepat untuk menduduki jabatan Kepala Divisi Operasi, berikan kepadaku sepuluh nama. Clark menjawab, “hanya ada satu nama dalam daftar itu, kalaupun harus membuatnya sepuluh, saya akan cantumkan nama yang sama untuk yang sembilan di bawahnya”, yaitu Ike Eisenhower. Mentor tidak harus selalu menyangkut pangkat yang lebih tinggi atau teman seangkatan. Sebagai contoh, kasus jenderal Shalikashvili adalah seorang sersan yaitu sersan Grice. Shalikashvili pada saat awal meniti karirnya tidak berpikir bagaimana menjadi kapten atau mayor atau pangkat yang lebih tinggi, tetapi dia hanya ingin menjadi letnan dua yang terbaik, dan sersan Grice benar-benar membimbing, mempersiapkan, dan mementori Shalikashvili menjadi letnan dua yang terbaik. Mentoring ini harus dihargai sebagai suatu pekerjaan yang berat, memerlukan waktu yang lama dan memerlukan pengorbanan pribadi yang sangat besar dalam rangka menyiapkan seorang pemimpin.

     Dalam bab tujuh dibicarakan mengenai perhatian terhadap anak buah. Dalam posisi sebagai komandan, anak buah hanya menginginkan komandan memperhatikannya. Ada satu pertanyaan (diajukan ke lebih dari seratus orang jenderal berbintang empat) mengapa para prajurit itu rela bertempur dan bekerja 24 jam sehari?. Jawabannya adalah yang pertama memberi contoh bagaimana berkorban demi negara dan yang kedua harus memberikan perhatian kepada anak buah. Dengan demikian maka komandan mampu membakar semangat anak buahnya untuk setia dan bersedia mengikuti perintahnya. Jenderal Brown yang memperhatikan anak buahnya sampai hal-hal yang kecil dan mereka diperlakukan sama baik non perwira maupun perwiranya. Sebagai contoh, Brown merubah aturan buka mess pukul 06.00 sampai 08.00 yang memberatkan para tamtamanya menjadi pukul 08.00 sampai 11.00 seperti perwiranya. Masih banyak contoh yang diberikan dalam bab ini seperti yang dilakukan oleh Norman Schwarzkof yang memberikan libur kepada brigadenya yang tegang karena latihan sebelum pelantikan dirinya menjadi Brigjen.

     Dalam bab delapan dibicarakan mengenai pendelegasian wewenang. Seperti kata Jenderal Marshall, “apabila anak buah tidak melakukan pekerjaannya untukmu, kamu tidak mengorganisasikannya dengan baik”. Pendelegasian wewenang ini sangat penting dlam bidang militer untuk menyelesaikan tugas pokok. Salah satu kuncinya adalah memilih orang dengan kemampuan yang baik, mendelegasikan wewenang itu, dan memberikan petunjuk yang sifatnya umum untuk menyelesaikan suatu tugas. Pendelegasian wewenang ini juga sebagai salah satu bentuk pengkaderan kepada anak buah, karena sebagai sosok pemimpin akan berusaha memberi arah kepada pemimpin-pemimpin yang masih muda. Berbicara mengenai kaitan antara pendelegasian wewenang dan keberhasilan pencapaian tugas pokok, Norman Schwarzkof berbagi mengenai pengalamannya ketika bertugas di Vietnam. “Alasan mengapa sulit menjadi komandan batalyon di Vietnam adalah karena sedikitnya orang yang bisa saya limpahi wewenang karena mereka baru saja belajar. Eisenhower menyatakan “ apabila kamu mendelegasikan sesuatu kepada bawahanmu, mutlak tanggung jawabmu dan harus diberitahukan kepadanya. Kamu sebagai pemimpin harus mengambil tanggung jawab sepenuhnya terhadap apa yang dilakukan oleh bawahanmu”.

     Dalam bab sembilan dibicarakan mengenai selesaikan masalahnya dan jangan menyalahkan orang lain. Eisenhower mengatakan bahwa esensi dari kepemimpinan adalah mengambil alih tanggung jawab ketika anak buah bersalah atau gagal dan memberinya penghargaan ketika anak buah berhasil. Hal ini sangat relevan karena dalam banyak kasus sering dipertanyakan oleh para anggota di lapangan “mengapa para petinggi bisa terbebas dari kesalahan atau tanggung jawab sementara yang pangkatnya rendah cenderung disalahkan dan terkena jerat hukum”. Berani mengambil alih tanggung jawab terhadap yang dilakukan oleh bawahannya ini menjadi keharusan bagi pimpinan. Dan seharusnya pimpinan mengatakan bahwa kesalahan itu sampai disini saja atau seperti kata presiden Truman “The buck stops here”. Norman Schwarzkof melaksanakan hal ini ketika Letnan Jenderal Cal Waller salah dalam memberikan keterangan pers sehingga menyudutkan posisi presiden dalam masalah Irak. Schwarzkof mengatakan, saya lah yang bersalah karena menempatkan orang masih belum berpengalaman di lapangan untuk memberikan keterangan pers.

     Dalam bab sepuluh, berbicara mengenai gambaran karakter yang terbentuk dalam kaitannya dengan pengalaman dan kehidupan para pemimpin tersebut. Hal ini berkaitan dengan upaya pencapaian untuk mencapai pangkat yang tertinggi yang digambarkan dengan cukup menarik, baik persaingan bagaimana mencapai kedudukan tersebut sampai kesulitan dan penderitaan yang dialaminya selama perjalanan karirnya. Dari pengalaman para pemimpin tersebut, tantangan pembentukan karakter itu lebih berat pada masa damai dibandingkan pada masa perang. Para pemimpin tersebut rata-rata adalah orang-orang yang sangat berdedikasi waalaupun mereka juga manusia biasa. Tantangan paling utama pada masa damai adalah godaan untuk meninggalkan kemiliteran karena peluang yang sangat terbuka dan lebih menjanjikan di lingkungan bisnis, sementara pengembangan karir di militer kurang jelas. Sebagai contoh Marshall pada umur 35 tahun masih berpangkat Letnan Satu berarti empat belas tahun setelah tamat dari akademi. Pangkatnya menanjak ketika menunjukkan unjuk kerjanya pada perang dunia pertama. Pada saat itu Marshall ditawari gaji $ 20.000 apabila mau keluar dari tentara dan bekerja untuk JP Morgan. Padahal Marshall tahu pasti sebentar lagi akan kehilangan pangkat Kolonel karena diturunkan menjadi Mayor ketika masa damai dan gajinya hanya $ 3.000, namun demikian dia tetap bertahan di militer. Lain lagi pengalaman McArthur, dia tidak menikah sampai usia 42 dan isterinya adalah seorang janda kaya. Namun isterinya mempengaruhinya bahwa lebih baik meninggalkan tentara saja karena sayang dengan kepintaran seperti itu tetap bekerja di tentara. Akhirnya McArthur memilih bercerai dari isterinya. Pengalaman tidak naik pangkat juga dialami oleh Jenderal Lawton Collins yang tetap menjadi Letnan selama 17 tahun, sama seperti yang dialami oleh Nathan F. Twining. Lain lagi pengalaman Norman Schwarzkof yang terus mau bertahan di militer karena keprihatinannya ketika masa Letnan menghadapi para senior yang tidak kompeten sama sekali. “Hanya ada dua pilihan yaitu keluar dari tentara atau tetap bertahan. Kalau tetap bertahan suatu saat kelak kalau pangkatnya lebih tinggi bisa memperbaiki kondisi tersebut. Kalau meninggalkan tentara maka akan diisi oleh orang yang tidak kompeten. Saya tidak ingin yang tidak kompeten itu menang”. (“There are two ways to approach it.Number one is to get out; number two is to stick arround. Someday, when you have more rank, fix the problem. But don’t forget, if you get out, the bad guys will win. I didn’t want the bad guys to win”). Karir di bidang militer bukan merupakan pekerjaan dengan bayaran yang tinggi atau nyaman dan mudah. Sesungguhnya merupakan pekerjaan yang berbahaya. Apa yang menjadi motivasi banyak orang untuk bertahan? Yang terutama adalah cintanya pada Tuhan dan Negara.

     Dalam bab terakhir dibicarakan mengenai hasil dari wawancara tersebut dapat dirumuskan dalam pola-pola secara umum yang menentukan keberhasilan seseorang menjadi pemimpin. Memang sangat banyak karakteristik yang membuat seseorang itu menjadi pemimpin. Karakteristik tersebut antara lain adalah pengetahuan profesional, kemampuan mengambil keputusan, rasa kemanusiaan, keberanian, perhatian, pendelegasian wewenang, loyalitas, pengorbanan diri dan berkarakter. Namun dari semua itu rasanya belum cukup karena kepemimpinan ini juga merupakan suatu seni. Jenderal Eisenhower misalnya melukiskan dengan kata “born to command” yaitu memang ada potensi pada sejumlah orang untuk bisa jadi panglima, sebagaimana potensi seseorang untuk jadi seniman terkenal, tetapi langkah ke sana tidak akan mungkin tanpa mengikuti latihan berikut terbukanya peluang untuk mengekspresikan talentanya. Jenderal Omar Bradley menilai, sebagian panglima memang punya bekal ciri lahir; semisal raut tubuh, kecerdasan, keseimbangan jiwa, berikut tingginya sikap ingin tahu. ”… namun demikian, semuanya memerlukan latihan, pengalaman, sekaligus jam terbang. Maka, keberhasilan memenuhi tuntutan profesi merupakan syarat mutlak suksesnya kepemimpinan.”. Dari sisi lain, perlu kualitas tertentu untuk bisa menjadi komandan atau panglima seperti yang disebutkan di atas, namun yang terpenting adalah berkarakter seperti kata Jenderal Lucian Truscott. Jenderal Carl Spaatz, Panglima Udara AS dalam Perang Dunia II, mengatakan, ”Seorang panglima tidak boleh peragu. Harus tanggap situasi dan berani mengambil keputusan. Ragu- ragu merupakan ciri utama lemahnya karakter pribadi”

Budiman S. Pratomo

Kasubbag Puspeng, Pusinfolahta TNI

Baca selengkapnya . . .

18 Juni 2009

Teknologi Informasi dan Strategi Militer

( Letkol Czi. Budiman SP dan Letkol Czi. Heri M. Siagian )

“To win one hundred victories in one hundred battles is not the acme of skill. To subdue an enemy without fighting is the acme of skill.” [Sun Tzu]

    Umat manusia telah mencapai kemajuan sangat pesat dalam separuh abad ini dibandingkan semua tahapan dalam sejarah manusia. Salah satu alasan adalah kemajuan pesat dalam bidang komputer, yang merupakan salah satu hal penting dalam teknologi informasi. Saat ini teknologi informasi sudah menyentuh setiap aspek kehidupan manusia. Teknologi informasi tidak hanya dipakai di bidang industri ataupun ekonomi, tetapi juga di bidang militer dengan implikasi yang sangat luas pada implementasinya terutama dalam perumusan strategi.

    Kemajuan pesat teknologi informasi secara khusus diimplementasikan dalam konsep yang disebut Perang Informasi (Information Warfare), yang menjadi landasan penting bagi pengembangan doktrin militer di masa datang. Dengan demikian teknologi informasi akan sangat berpengaruh terhadap perubahan strategi militer. Hal ini bisa dilihat dari dua sisi. Pertama, dari sisi komandan, Teknologi Informasi dapat membantu menyediakan informasi potensial lebih cepat dan banyak melalui rantai komando dan pengendalian untuk mempercepat pengambilan keputusan. Kedua, dari sisi kemampuan pasukan, Teknologi Informasi memungkinkan pasukan mendapat informasi pada waktu dan tempat yang tepat, sehingga akan mengurangi apa yang oleh Clausewitz disebut "kabut perang", dan juga membuat pasukan menjadi lebih fleksibel.

    Implementasi dari teknologi informasi secara umum adalah berupa konsep Revolution in Military Affairs (RMA). RMA membahas konsep lingkup perang di masa yang akan datang, yaitu precision strike, dominating maneuver, space warfare, dan information warfare.

Pengertian

    Teknologi Informasi (TI) dapat didefinisikan sebagai teknologi yang mempunyai kemampuan sedemikian rupa untuk menangkap (capture), menyimpan (store), mengolah (process), mengambil kembali (retrieve), menampilkan (represent) dan menyebarkan (transmit) informasi. Perkembangan TI merupakan kombinasi antara kemajuan pesat bidang ilmu komputer dan komunikasi.

    Strategi adalah suatu keputusan yang berkaitan dengan bagaimana suatu masalah itu dipecahkan. Strategi merupakan salah satu tingkat dari hirarki keputusan, yaitu:

  • Kebijakan (policy), yaitu keputusan yang berhubungan dengan apakah suatu masalah akan dipecahkan atau tidak.
  • Strategi(strategy), yaitu keputusan yang berkaitan dengan bagaimana suatu masalah itu dipecahkan.
  • Taktik (tactics), yaitu keputusan mengenai bagaimana strategi itu dapat diimplementasikan.
  • Operasi (operation), yaitu keputusan mengenai bagaimana taktik itu diimplementasikan.

Perkembangan TI dan Perubahan Doktrin.

    Informasi merupakan aset yang strategis bagi setiap organisasi. Inilah sebabnya mengapa banyak pemerintahan ataupun badan tertentu menghabiskan jutaan bahkan miliaran dolar, baik yang secara terbuka dianggarkan ataupun tidak, untuk membentuk badan dalam rangka pengumpulan dan pengolahan informasi mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan ancaman potensial bagi keamanan mereka. Ketiadaan informasi dapat menyebabkan kegagalan terutama dalam bidang militer. Kemampuan untuk menyediakan informasi potensial merupakan faktor yang sangat menentukan dari kekuatan militer suatu negara.

    Dalam doktrin militer, informasi merupakan bagian integral dari Komando dan Kendali yang merupakan kunci pada setiap operasi militer. Komando dan Kendali dalam militer yang modern bersandar pada peralatan komunikasi berkecepatan tinggi dan komputer. Dengan demikian infrastruktur informasi merupakan arena pertempuran untuk memperoleh keunggulan informasi. Berdasarkan fakta ini, lahirlah suatu konsep baru yang disebut Perang Informasi, yang akan merupakan suatu landasan bagi doktrin militer di masa datang.

    Mengingat kemajuan yang sangat pesat dalam bidang teknologi informasi sebagai sarana yang digunakan dalam perang informasi, maka teknologi informasi akan sangat mempengaruhi strategi yang akan diambil dalam rangka mencapai keunggulan informasi. Hal ini membawa perubahan pada bagaimana tugas kemiliteran dijalankan. Teknologi informasi dikombinasikan dengan teknologi perang lainnya memungkinkan untuk menciptakan jenis perang yang secara kualitatif berbeda. Perkembangan teknologi informasi yang sangat cepat juga menyebabkan perubahan yang sangat cepat dalam bidang militer.

    Dengan penggunaan teknologi informasi yang intensif, mendorong terjadinya penyesuaian konsep atau doktrin seiring dengan kemajuan teknologi. Suatu waktu, rasanya sudah cukup untuk membicarakan konsep tentang Komando dan Kendali (K2), yang pada prinsipnya merupakan hubungan intern antara komandan dengan anak buahnya dalam kaitan tugas operasi. Tetapi kemudian ternyata komunikasi dengan kesatuan lain dalam suatu operasi menjadi suatu keharusan. Dengan demikian lahirlah konsep baru yaitu Komando, Kendali, dan Komunikasi (K3). Dengan teknologi komunikasi yang semakin mutakhir, keterangan atau data intelijen yang sangat penting dalam operasi militer dapat diperoleh dari kesatuan lain atau bahkan badan lain di luar kesatuan militer. Ini menghasilkan konsep baru yakni Komando, Kendali, Komunikasi dan Intelijen (K3I). Saat ini dengan kemajuan teknologi komputer banyak analis menulis mengenai Komando, Kendali, Komunikasi, Komputer dan Intelijen (K4I). Meskipun K4I masih menjadi angan-angan tetapi paling tidak menyiratkan suatu pandangan bahwa sistem informasi yang berbasiskan komputer menjadi fungsi yang sangat penting dalam peperangan. Saat ini menurut para analis militer ada konsep baru yaitu Komando, Kendali, Komunikasi, Komputer, Intelijen, dan Manajemen Pertempuran (K4I/MP) sebagai satu kesatuan yang bulat dalam rangka memenangkan pertempuran. (command, control, communications, computers, intelligence and battle management -C4I/BM). Ada pula yang merumuskan dengan Komando, Kendali, Komunikasi, Komputer, Intelijen, Pengamatan dan Pengintaian (K4IPP) – command, control, communications, computers, Surveillance and Reconnaissance - C4ISR)

Teknologi Informasi dan Strategi.

    Perkembangan yang cepat dari teknologi informasi beserta teknologi perang lainnya memungkinkan menciptakan jenis perang yang secara kualitatif berbeda. Perang Teluk merupakan perang dimana penguasaan pengetahuan mengungguli senjata dan taktik, seperti yang ditulis oleh Alan D. Campen “satu ons silikon didalam sebuah komputer mempunyai effek yang lebih dahsyat dari satu ton uranium”.

    Dengan penguasaan pengetahuan yang disebabkan oleh kemajuan dalam bidang teknologi informasi, musuh dapat dibuat bertekuk lutut melalui sarana yang berupa teknologi komputer. Sebagai contoh penggunaan program kecerdasan buatan untuk mensimulasikan formasi dan kekuatan musuh memungkinkan serangan menjadi efektif dengan tingkat keberhasilan yang cukup tinggi.

    Di TV, orang Amerika bisa menyaksikan pergerakan pesawat, tank, dan kendaraan yang lain dalam Perang Teluk, tetapi mereka tidak mengerti bagaimana arus informasi yang menyebabkan semua itu terjadi. Arus informasi itulah yang lebih penting dalam fungsi militer. Ini dimungkinkan karena Amerika Serikat mempunyai “senjata” yang sangat hebat yaitu AWACS (Airborne Warning and Control System) dan J-STARS (Joint Surveillance and Target Attack Radar System). AWACS sebetulnya merupakan pesawat Boeing 707 yang dilengkapi dengan komputer, sarana komunikasi, radar, sensor yang dapat memantau 360 derajat, untuk mendeteksi pesawat dan senjata musuh dan mengirimkan data tersebut kepada J-STARS di darat. J-STARS dapat memberikan sasaran dan gambar pergerakan musuh kepada komandan pada jangkauan 155 mil dalam segala cuaca dengan ketepatan 90 persen. Dengan menggunakan teknologi ini maka sasaran dapat dipilih lebih pada menara gelombang mikro, sentral telepon, jaringan serat optik, dan sarana lain pembawa kabel koaksial komunikasi (Toffler, 1993)

    Pengaruh revolusi teknologi informasi sangat mengagumkan. Hal ini bisa dilihat dari peningkatan kemampuan komputer yang sekitar dua kali lipat setiap delapan belas bulan, jumlah pengguna internet meningkat dua kali lipat setiap tahunnya. Serat optik tunggal memungkinkan satu setengah juta percakapan dalam waktu yang bersamaan, sementara compact disk (CD) mampu menyimpan data sangat besar. Hal ini lah yang memungkinkan lahirnya konsep RMA.

    Konsep RMA sebagai konsekuensi alamiah dari perkembangan teknologi informasi yang sangat cepat juga memungkinkan dibentuknya satuan militer yang baru, yang kegiatannya berkaitan dengan proses pengumpulan, pengolahan dan penyebaran informasi. Amerika Serikat menugaskan National Security Agency untuk merekrut 1.000 spesialis pada satuan baru yang disebut satuan perang informasi.

    Secara strategis perang informasi mempunyai arti yang penting karena sistem informasi ini berhubungan dengan masyarakat. Dengan demikian manusia tidak lagi menjadi target utama dalam perang melainkan informasi. Dilatar belakangi oleh alasan ini lahirlah konsep perang tanpa korban (victimless war), yang secara etis lebih dapat diterima. Seperti dinyatakan Freedman, L. (1996), dalam Lecture on Information Warfare: Will Battle Ever Be Joined?.

    Konsep Perang Informasi didukung perkembangan teknologi informasi dapat meningkatkan kemampuan pasukan, merubah cara kerja organisasi, skala organisasi, sistem integrasi, dan infrastruktur perang ataupun militer.

    Dalam hal peningkatan kemampuan pasukan, US Army mencoba model pertempuran yang menghubungkan setiap prajurit dengan sistem senjata secara elektronis. Tim peneliti dari Motorola dan laboratorium US Army di Natick, Massachusetts, merencanakan suatu prototipe dari peralatan untuk tentara masa depan. Helm prajurit dilengkapi dengan mikrofon untuk komunikasi, night-vision goggles dan thermal-imaging sensors untuk melihat di tempat gelap, dilengkapi layar di depan mata untuk mengetahui posisi dan mampu memberikan informasi yang akurat. Selama simulasi pertempuran di Fort Leavenworth, Kansas, divisi infantri dengan 20.000 personel, yang dilengkapi perlengkapan yang mutakhir tersebut, mampu menaklukkan pasukan dengan kekuatan tiga kali lebih besar. (Washington, D. W. Onward Cyber Soldier. Time Magazine, 146 (8))

    Sesuai dengan cara kerja perang, senjata yang “pintar” membutuhkan prajurit yang pintar pula. Ini sudah dibuktikan dalam Perang Teluk, Amerika dan sekutunya mengirim prajurit terbaiknya. Dengan demikian militer masa depan harus lebih menggunakan otaknya, sehingga mereka dapat berhadapan dengan orang dan budaya yang berbeda, dapat mengatasi ketidakjelasan, mengambil inisiatif, dan bahkan akan menanyakan tentang kewenangan yang boleh diambil. Perkembangan teknologi informasi akan berpengaruh pada sistem pelatihan dan pendidikan terutama yang berkaitan dengan senjata baru. Karena penggunaan teknologi informasi yang cukup intensif, tentara mengenyam pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan orang yang bergerak pada bisnis. Seperti hasil survei yang dilaksanakan oleh North Carolina's Center for Creative Leadership. Hanya 19 persen dari manager di Amerika mempunyai pendidikan post graduate, sedang di tentara 88 persen Brigadir Jenderal mempunyai pendidikan post graduate. Jadi, dalam peperangan saat ini militer tidak hanya sekedar menarik pelatuk saja tetapi memerlukan personel dengan kemampuan yang cukup tinggi.

    Dalam hal ukuran pasukan, teknologi informasi memungkinkan penyusunan pasukan yang lebih kecil dengan formasi yang lebih luwes. Bila pada saat ini ukuran divisi adalah 10.000 sampai 18.000 personel, terdiri dari tiga atau empat brigade dengan masing-masing brigade terdiri dari tiga sampai lima batalion. Di masa depan satu brigade dengan kurang lebih 4.000 personel akan memiliki kemampuan yang sama dengan satu divisi pada saat lampau. Ini berarti bahwa lebih sedikit orang dengan teknologi akan dapat menyelesaikan tugas yang jauh lebih berat dari pada saat lampau.

    Sesuai asas manajemen, teknologi informasi membuat organisasi militer dapat sedikit melonggarkan pengendalian. Teknologi Informasi memungkinkan kekuasaan pengambilan keputusan diserahkan pada tingkat serendah mungkin.

    Dalam pengertian integrasi sistem, Teknologi Informasi membuat kompleksitas pada organisasi militer lebih berat dari pada sebelumnya. Kompleksitas ini dapat diatasi dengan menggunakan peranti lunak yang dirancang untuk keperluan tersebut terutama perkembangan pesat pada peranti lunak data base.

    Dalam hal infrastruktur, militer yang baru memembutuhkan jaringan informasi yang dengan band width besar. Sebagai contoh Perang Teluk, infrastruktur yang digelar mampu menampung 700.000 sambungan telepon, 152.000 pesan setiap hari, dan menggunakan 30.000 frekuensi radio.

    Secara ringkas pengaruh TI pada strategi dapat digambarkan sebagai berikut:

clip_image001

Implementasi TI dalam perubahan strategi

    Implementasi dari teknologi informasi ini terutama adalah pada perubahan konsep lingkup perang dimasa yang akan datang, yaitu precision strike, dominating maneuver, space warfare, and information warfare.

    Precision Strike. Inti dari konsep ini adalah kemampuan untuk mengetahui musuh dari tingkat operasional sampai tingkatan strategi dengan memilih dan memprioritaskan sasaran. Teknologi informasi ini membantu komandan untuk melakukan pengintaian serta penentuan sasaran dengan akurat. Jeffrey McKitrick et. al (1996) dalam The Revolution in Military Affairs menyatakan bahwa kunci dari perbaikan yang sekarang terjadi adalah meliputi perbaikan teknologi di bidang pengintaian, pengamanan, pengolahan data dan komunikasi data, munisi, dan peralatan penentu posisi. (GPS- Global Positioning System). Konsep ini dapat pula diterapkan pada operasi penyelamatan. Ceritera mengenai Kapten Scott O'Grady, pilot pesawat F16 yang ditembak jatuh di Bosnia, menunjukkan bahwa kemajuan dalam bidang teknologi informasi membuat operasi penyelamatan itu berhasil dengan cemerlang. Ini terjadi karena pilot dilengkapi penerima GPS dengan ketepatan 50 kaki dan radio UHF standar. Peralatan ini dapat memberikan informasi posisi kurang dari satu detik. Operasi ini juga sukses karena kemajuan teknologi di bidang enkripsi (persandian) sehingga selama penyampaian informasi pihak lawan tidak dapat mengetahuinya.

    Space Warfare. Konsep ini lebih populer dikenal dengan nama Star Wars yang merupakan area keempat perang yang memanfaatkan lingkungan angkasa luar. Kemajuan teknologi komunikasi terutama satelit memungkinkan space warfare terjadi. Dengan menggunakan satelit, dari ketinggian tertentu dapat memperbaiki dan memperluas pengintaian. Satelit juga dapat menyajikan data rinci sasaran, menyediakan sistem navigasi terutama kepada pasukan tempur, dan memberikan informasi tentang permukaan bumi.

    Dominating Maneuver. Manuver merupakan unsur yang penting di dalam setiap pertempuran. Dominating maneuver diintegrasikan dengan precision strike dan space warfare dapat mematahkan titik pusat lawan dalam rangka menguasai pertempuran. Precision strike dan information warfare menghancurkan sasaran dan melumpuhkan musuh sementara dengan dominating maneuver akan menguasai titik pusat lawan sehingga tidak ada pilihan lain bagi lawan kecuali menyerah. Berkaitan dengan perkembangan teknologi informasi, manuver bisa menjadi sulit bila musuh juga sangat maju dalam bidang ini.

    Information Warfare. Ini berkaitan dengan sistem informasi dan kemampuan yang berkait dengannya. Di masa lalu militer memandang informasi hanya merupakan pendukung pertempuran. Di masa yang akan datang informasi tidak lagi merupakan fungsi pendukung tetapi sudah memegang peranan yang utama di dalam pertempuran. Di masa depan, Teknologi Informasi menyebabkan organisasi yang hirarkis akan menjadi suatu yang usang. Ini akan mendorong ke arah berkembangnya organisasi yang lebih flat, dan struktur yang ada sekarang ini perlu untuk ditinjau ulang.

Implikasinya terhadap TNI.

    Apabila mengacu pada konsepsi diatas, maka masuk dalam kancah perang informasi merupakan suatu keharusan yang tidak bisa dihindari, walaupun tetap harus juga menyiapkan diri dalam pertempuran secara konvensional. Dalam konteks perang informasi, berikut ini ada satu matrikulasi penggunaan Teknologi Informasi di bidang Militer, yang akan berpengaruh terhadap strategi.

Matrik Penggunaan TI di bidang Militer

Tempat Sama Waktu Sama ( I )

Face to face interaction

Face 2 face meeting

(Power point dan Software sejenisnya)

Tempat Sama Waktu Beda ( II )

Off-line interaction

Shifting Batch

(Aplikasi berbasis batch)

Tempat Beda Waktu Sama ( III )

On-line Distributed interaction

Video Conference, Teleconference

(Software yang berkaitan dg komunikasi jarak jauh)

Tempat Beda Waktu Beda ( IV )

Off-line, distributed interaction

Email / mailing list

Approval System Collaboration

    Dari matriks di atas, dapat dilihat bagaimana informasi itu disampaikan mengatasi hambatan ruang dan waktu.

  • Di kuadran pertama (Tempat Sama Waktu Sama) informasi disampaikan secara Face to Face Interaction. Dari sisi penyampaian informasi dalam kuadran ini, peranan TI adalah membantu menyampaikan ide atau informasi dalam bentuk visual seperti dilakukan menggunakan perangkat lunak Presentasi seperti Power Point. Disamping itu masih banyak lagi perangkat lunak untuk menuangkan ide dengan cepat seperti untuk keperluan Brain Storming dan Mind Mapping.
  • Di kuadran kedua (Tempat Sama Waktu Beda) informasi disampaikan secara batch, yaitu diupdate dalam suatu periode waktu tertentu dan baru disampaikan kepada pihak lain. Peranan TI dalam kuadran ini adalah memfasilitasi data dengan perangkat lunak yang mengakomodasi pemutakhiran data secara berkelompok (batch), yang merupakan teknologi yang sudah sangat kuno.
  • Di kuadran ketiga (Tempat Beda Waktu Sama) informasi disampaikan melintasi rentang tempat yang berbeda dari suatu pihak ke pihak yang lain. Peranan TI dalam kuadran ini adalah melalui fasilitas yang mampu menjembatani perbedaan tempat. Saat ini sudah banyak perangkat lunak yang berkaitan dengan hal tersebut, seperti chatting, video conferencing, dan semenjak ditemukannya teknologi web maka aplikasi yang dikembangkan cenderung mendukung konsep online distributed interaction.
  • Di kuadran keempat (Tempat Beda Waktu Beda) informasi dapat disampaikan dimana saja dan kapan saja. Pada saat yang lalu konsep ini rasanya mustahil dilaksanakan, namun dengan kemajuan teknologi informasi saat ini memungkinkan untuk dilaksanakan. Dalam kuadran ini, informasi disampaikan bisa melintasi hambatan ruang dan waktu, bahkan ketika satu pihak sedang “tidur” pun informasi itu bisa sampai pada alamatnya. Satu dari penulis sudah mempraktekkan hal ini dengan membuat Collaboration Website ketika ditunjuk menjadi panitia CHOD (Chief of Defence) Conference di Bali Bulan November 2008 yang lalu. TNI dan USPACOM memanfatkan konsep ini untuk mendukung komunikasi dan arus informasi antar panitia. Hasilnya adalah suatu informasi yang dibangun atas dasar kolaborasi untuk menjembatani perbedaan waktu dan tempat antara Hawaii dan Indonesia.

    Dengan matrikulasi ini tampak bahwa perang informasi pun akan semakin kompleks dan semakin luas jangkauannya dan tentunya akan berpengaruh terhadap konsep operasi, doktrin, organisasi, infrastruktur, integrasi sistem, serta pendidikan dan latihan TNI.

Bagaimana Penerapan TI di Lembaga Pendidikan?

    Dalam era teknologi informasi terutama apabila mengacu pada kuadran keempat dalam matrikulasi diatas, organisasi yang hebat dan besar seperti apapun saat ini tidak bisa maju sendirian. Organisasi ini akan kalah bersaing dengan organisasi kecil yang saling berkolaborasi. (Saat ini tampak jelas dalam konteks militer adanya kecenderungan beberapa negara berkolaborasi untuk menghadapi negara yang lebih besar). Salah satu aplikasi Teknologi Informasi di bidang pendidikan yang terkait dengan kolaborasi adalah mendukung konsep manajemen pengetahuan (Knowledge Management).

    Selama ini kendala di dalam melakukan proses belajar mengajar di Seskoad misalnya, adalah terbatasnya ruang dan waktu untuk berinteraksi antara dosen dengan siswa. Apakah interaksi antara dosen dan siswa hanya pada saat pelajaran saja ?. Tentunya tidak demikian. Interaksi harus tetap ada selama siswa mengikuti pendidikan. Bayangkan apabila dosen tersebut hanya mengajarkan materi selama 4 jam pelajaran dalam setahun, dan pelajaran yang diberikan tidak dilanjutkan dengan diskusi. Pada akhirnya siswa tidak dapat secara optimal mengembangkan dan menginteraksikan materi yang didapat dari sang dosen dengan materi lain yang berkaitan, padahal siswa seskoad diharapkan mampu berpikir secara komprehensif dan integratif. Idealnya selama siswa melaksanakan pendidikan 11 bulan, interaksi tetap berlangsung antara dosen dan siswa walaupun materi yang disampaikan dosen tersebut hanya 4 JP. Contoh pemanfaatan manajemen pengetahuan lainnya adalah dalam pembimbingan Taskap. Dengan memanfaatkan manajemen pengetahuan, dosen dapat memberikan bimbingan kepada siswa kapan saja dan dimana saja tanpa harus terikat ruang dan waktu, demikian juga sebaliknya dengan siswa. Hal ini tentunya akan sangat bermanfaat bagi siswa yang waktunya sangat terbatas, dan juga dosen yang ruangnya sangat terbatas.

    Selain mendukung proses belajar mengajar, manajemen pengetahuan ini juga dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kemampuan dan wawasan intelektual dosen melalui proses berbagi pengetahuan. Sebagai contoh, Dosen Seskoad dapat mengadakan kolaborasi dengan Dosen sipil (baik dalam maupun luar negeri) dalam menyusun karya tulis bersama. Bentuk kolaborasi ini juga dapat dimanfaatkan untuk membangun ruang dan jaring intelektual dalam rangka mendukung proses pendidikan maupun tugas-tugas lainnya.

    Apa yang digambarkan diatas sangat memungkinkan dilakukan pada saat ini, dengan menggunakan sarana yang ”gratis”, seperti misalnya ”docs.google.com”. Dengan mengadakan kolaborasi ini maka akan terjadi percepatan akumulasi pengetahuan di lemdik dan akumulasi pengetahuan ini dibagikan lagi kepada organisasi dan siswanya, dan pada gilirannya juga akan memajukan lemdik.

    Semoga tulisan ini dapat menggugah para dosen di Seskoad dan para perwira TNI AD untuk memanfaatkan teknologi informasi guna mendukung tugas pokok sesuai bidang masing-masing.

 

Budiman S. Pratomo (budiman@dephan.go.id)

Analis Sistem Informasi - Pusinfolahta TNI

Heri M. Siagian (heimas1123@gmail.com; heimas1123@yahoo.co.id)

Dosen Muda - Seskoad

Baca selengkapnya . . .

06 Juni 2009

Memilih Search Engine untuk Mencari Informasi di Web

( Letkol Czi Budiman S. Pratomo )

Pendahuluan

Dalam era informasi seperti saat ini, untuk mendapatkan informasi dari suatu artikel, file, maupun database di internet (web) secara cepat dan akurat dapat dilakukan dengan memanfaatkan mesin pencari (search engine). Dengan hanya menuliskan topik apa yang hendak kita ketahui search engine akan menampilkan semua link yang berhubungan dengan hal tersebut. Ada banyak pilihan search engine yang bisa dimanfaatkan dan masing-masing memiliki keistimewaan tersendiri. Namun pada prinsipnya semua search engine mempunyai fungsi yang sama yaitu mencari dan menganalisis semua halaman Web, kemudian membuat indeks kata bersama dengan daftar URL (Universal Resource Locator) yang merupakan halaman atau tempat dimana "kata kunci" yang dicari dapat ditemukan. Artikel ini merupakan artikel tulis ulang dari artikel lama mengenai search engine GuruNet dan Teoma yang pada tahun 2000 an merupakan search engine yang menurut pengalaman penulis mudah digunakan dalam rangka mencari informasi sesuai dengan topik yang kita inginkan.

Search Engine dan Pencarian Informasi

Ada search engine yang sangat populer dan sering dipakai orang yaitu Google. Yahoo! tidak termasuk disini karena Yahoo! lebih merupakan index yang merupakan kumpulan data base mengenai berbagai hal dalam web, sedangkan search engine adalah sebuah sistem yang akan mencari setiap informasi di web dengan menggunakan sebuah program yang disebut robot, bot, daemon, dan sejenisnya. Berikut ini beberapa contoh search engine dan direktori untuk memudahkan pencarian informasi yang penulis ambilkan dari salah satu situs internet.

http://searchenginewatch.com/2156221; http://www.google.com; http://www.yahoo.com; http://www.ask.com; http://www.alltheweb.com; http://aolsearch.aol.com, http://search.aol.com/; http://www.hotbot.com; http://www.altavista.com; http://www.gigablast.com; http://www.live.com/; http://www.looksmart.com; http://www.lycos.com; http://search.netscape.com; http://dmoz.org/; http://www.answers.com/.

Answers.com (a.k.a Gurunet clip_image002 ), Ask.com (a.k.a Teoma clip_image004)

Dengan menggunakan Google kita tinggal mengetik suatu topik yang diinginkan dan selanjutnya akan muncul alamat-alamat yang tinggal diklik dan dipilih sesuai yang kita cari. Namun kadang kala tetap saja tidak praktis, bahkan yang disajikan Google pun kadang kadang tidak sesuai dengan yang dimaui. Untuk mengatasi hal itu, ada peranti lunak yang pada saat itu lebih dari sekadar mesin pencari Google. Peranti lunak itu adalah GuruNet buatan Atomica dan Teoma.

a. Gurunet.

GuruNet bisa di-dowload dengan mudah dari alamat www.gurunet.com. Cara menggunakannya pun mudah, tinggal ketikan topik atau dengan menekan Alt dan klik mouse pada kata tertentu di layar maka GuruNet akan memberi kita sederet direktori. GuruNet mengambil referensi dari beberapa sumber seperti Columbia Encyclopedia, the American Heritage Dictionary dan Roget Thesaurus. Namun pada saat ini kalau kita klik link www.gurunet.com langsung di arahkan ke http://www.answers.com/, yang tampilannya seperti berikut ini

clip_image006

Bila kita mengetik suatu istilah teknis atau akronim, misalnya url maka GuruNet akan memberikan saran apa yang akan kita pilih.

clip_image008

Dan ketika kita memilih salah satu topik yang diberikan maka akan ditampilkan definisi mengenai url, bagaimana mengucapkannya, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan pengertian itu mulai dari Wikipedia, Britanica Ensiklopedia dan lain-lain bahkan sampai apa terjemahan istilah itu dalam bahasa lainpun ditampilkan. Disamping itu juga menampilkan jawaban yang berkaitan dengannya dalam Related Answers. Apabila kita mencoba mengetikkan kata ”Army” maka akan ada penjelasan panjang lebar mengenai Army mulai dari definisinya, pengucapannya, apa artinya dalam bahasa asing, sejarahnya dan lain-lain. Bahkan kalau kita tidak mengerti kata tertentu dalam penjelasannya, misalnya tentang kata ”Garrison” maka cukup klik duakali pada kata tersebut dan akan muncul penjelasannya.

clip_image010

b. Teoma.

Search engine yang kedua adalah Teoma.com, yang ternyata ketika di klik link ini sekarang sudah menampilkan http://www.ask.com/, yang tampilannya seperti berikut:

clip_image012

Apabila dipojok kiri ada keterangan Peel me dan kita kupas maka akan memberikan pilihan ”skin” yang berbeda-beda seperti berikut ini (tergantung skin apa yang kita pilih):

clip_image014

Dahulu ketika masih bernama Teoma (www.teoma.com) menggunakan pendekatan baru untuk pencarian informasi yang dikenal sebagai Subject-Specific PopularitySM. Yang mendasarkan berdasarkan analisis mengenai situs mana yang paling relevan untuk menyajikan hasil yang lebih tepat. Ketika sudah menjadi Ask.com maka kemampuan yang dimiliki pun merupakan gabungan dari search engine Teoma dan Ask Jeeves, yang tentunya menjadi lebih bagus lagi.

clip_image016

c. Google.

Apabila kita berbicara search engine pada tahun 2009 ini maka menggunakan Google pun sudah sangat ”ampuh”, sekarang ini sudah ada kemampuan ”luar biasa” yang di tahun 90an tidak dimilikinya.

clip_image018

Saat ini fitur yang dimilikinya antara lain Web Gambar Grup Buku Blog Terjemahan Gmail. Dengan fitur ini kita sudah dapat mencari informasi, mencari orang, membuat blog, mencari gambar, membuat email, bahkan menterjemahkan halaman web dengan mudah. Sebelum tahun 2000 penterjemah ini baru dimiliki oleh sebagian kecil search engine seperti http://www.altavista.com/ dengan Babel Fish Translation clip_image019.

clip_image021

clip_image023

Untuk penerjemah Bahasa Indonesia, pada waktu yang lalu belum ada yang menyediakan penterjemah ini. Menurut pengalaman penulis yang cukup bagus dimiliki oleh http://www.faganfinder.com/, namun setelah Google mempunyai terjemahan Bahasa Indonesia, faganfinder.com tidak bisa digunakan lagi.

clip_image025

clip_image027

Dari translation Wizardnya kita tinggal memasukkan url atau teks yang ingin diterjemahkan, maka dengan segera halaman web atau teks tersebut akan diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia.

Apabila menggunakan Google untuk menerjemahkan web, caranya juga sangat mudah tinggal masuk ke http://translate.google.co.id/ dan tinggal memasukkan url yang akan diterjemahkan, dan dengan segera akan diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia ketika seleseai menekan tombol Terjemahkan.

clip_image029

Untuk memanfaatkan Google dengan lebih baik sudah penulis buat dalam artikel tersendiri tentang bagaimana mencari informasi yang relevan dengan menggunakan Google dan apa saja kemampuannya.

Demikianlah uraian mengenai beberapa search engine yang menurut pengalaman penulis cukup memudahkan dalam pencarian informasi dengan relatif cepat dan hasilnya bisa sesuai dengan yang kita harapkan.

Semoga Bermanfaat

Baca selengkapnya . . .