11 Maret 2014

MindWeb Papua: Mikir Papua Tanpa Mikir

Oleh: Heimas

Pada awal Februari lalu melalui Facebook, seorang teman (Brigjen T. Irwan Amrun) merekomendasikan sebuah buku tulisan Bpk. Eka Wartana berjudul: “MindWeb A New Way of Thinking, Konsep Berpikir Tanpa Mikir” kepada saya. Pada saat itu saya diminta untuk melihat slide presentasinya dan setelahnya langsung saya simpulkan bahwa ini adalah sebuah berlian tidak hanya bagi saya tetapi juga bagi siapa saja. Melalui Facebook juga saya berkenalan dengan sang penulis, dan saya sampaikan apresiasi atas buku tersebut, sekaligus akan saya uji pemahaman saya atas konsep berpikir tersebut.

Langkah 1: Menentukan Topik. Topik yang saya pilih adalah Papua.

Langkah 2: Membuat kerangka utama MindWeb dengan mencari hal-hal utama yang berhubungan dengan topiknya (langkah ini tidak saya gunakan).

Langkah 3: Mencari perincian yang lebih detail dari kerangka utama. Dalam contoh ini saya menggunakan 8 informasi, yaitu: Otsus, kekayaan alam, rakyat marjinal, Papua Merdeka, isu HAM, New York Agreement, MRP dan Tungku Tiga Kaki. Ini merupakan informasi yang seketika terbersit dibenak ketika saya membayangkan masalah Papua.

Langkah 4: Membuat rangkaian keterkaitan antar informasi. Menurut Pak Eka Wartana, langkah pembuatan MindWeb itu sederhana, namun yang sedikit memerlukan “keringat” adalah mencari informasi yang terkait dan mencari hubungan logis antar informasi-informasi tersebut. Berikut ini adalah desain MindWeb yang saya coba buat dan dilengkapi oleh Pak Eka Wartana (tambahan garis koneksi warna biru).

MindWeb Revisi Pak EkaSelanjutnya saya coba gambarkan hubungan logis antar informasi-informasi dalam bentuk chart sebagai berikut:

Chart 1 Chart 2Pada chart pertama, hubungan logis antara informasi Tungku Tiga Kaki dan Otsus saya uraikan sebagai berikut:

  • Tungku Tiga Kaki: Adat-Gereja/Agama-Pemerintah merupakan filosofi luhur sejak dahulu kala berkaitan pembangunan di Tanah Papua.
  • Otsus hanya ditopang oleh 1 kaki saja yaitu: “Pemerintah”, Adat dan Gereja/Agama tidak difungsikan sebagaimana seharusnya.
  • Apapun yang diolah dalam “Tungku Pembangunan” tidak akan berjalan baik dan menghasilkan manfaat karena Tungku Pembangunan hanya bertumpu pada 1 kaki saja.

Mengingat topik ini berkaitan dengan permasalahan di Papua, saya coba memberikan prospek untuk solusi, antara lain:

  • Memfungsikan Adat dengan membentuk Badan Peradilan Adat untuk menangani Perang Suku, Konflik Tanah, maupun perkara-perkara yang bisa diselesaikan menggunakan hukum Adat.
  • Membentuk Badan Pertanahan Adat untuk menjembatani hak ulayat yang dimiliki masyarakat Adat dengan Hak Tanah yang diatur oleh Undang-undang Pertanahan, agar fungsi sosial tanah masih tetap bisa dirasakan oleh Rakyat Papua sekalipun telah dimanfaatkan untuk fungsi ekonomi.
    • Keberadaan badan-badan Adat sekaligus juga dapat memberdayakan MRP yang sering membuat Jakarta sakit kepala, karena yang seharusnya MRP mengurusi masalah kultural menjadi mengurusi politik.
    • Masih cukup banyak solusi-solusi kreatif lainnya berkaitan dengan pemberdayaan Adat jika kita sungguh-sungguh ingin membangun Papua melalui Otsus.

Pada chart kedua, hubungan logis antara informasi MRP dan Otsus uraiannya adalah sebagai berikut:

  • MRP merupakan hal sangat spesifik dari Otsus yang merupakan kompromi politik atas tuntutan Papua Merdeka dan hanya ada di Papua (dan Papua Barat yang keberadaannya tidak dikehendaki).
  • MRP merupakan lembaga kultural tertinggi, artinya pemerintah mengakui kultur rakyat Papua (Adat-Gereja/Agama-Perempuan), namun tidak diberdayakan sebagaimana seharusnya dalam ruang Otsus sehingga akhirnya MRP malah terjebak mengurusi politik.
  • Banyak persoalan-persoalan Papua yang dapat diselesaikan secara kultural, seperti perdamaian Perang Suku, perzinaan, pencurian diantara masyarakat asli Papua.
  • MRP masih hanya sebatas memberikan pertimbangan, belum pada level action, padahal Adat sesungguhnya merupakan embrio pemerintahan modern yang memiliki fungsi eksekutif, legislatif bahkan yudikatif.

Prospek solusi yang bisa dikembangkan:

  • MRP diberikan ruang untuk melakukan action secara kultural, misalnya dengan dilengkapi Badan-badan seperti: Badan Pertanahan Adat, Badan Pengadilan Adat, Polisi Adat, dsb. Dari aspek pemerintahan, rakyat Papua telah mengimplementasikan self-determination, karena hampir semua bidang pemerintahan diatur langsung oleh rakyat asli Papua. Alangkah baiknya bila dari aspek Adat, Gereja/Agama dan Perempuan diberikan ruang melakukan self-determination (dalam bingkai NKRI), sehingga tidak ada lagi kehendak rakyat Papua untuk melakukan self-determination sebagaimana yang selama ini dituntut (diluar bingkai NKRI).
  • Sebaiknya Adat-Gereja/Agama-Perempuan memperoleh alokasi anggaran Otsus secara tetap untuk memberikan ruang mengatur anggaran sendiri. Selama ini salah satu yang menjadi kecemburuan MRP terhadap Pemda Papua dan DPRP adalah masalah anggaran ini. Jika MRP telah berdaya, sebenarnya cukup banyak sumber-sumber anggaran yang bisa langsung dikelola MRP, seperti sharing dana dari investor berkaitan dengan penggunaan dan pemanfaatan tanah ulayat, pengaturan dan penerimaan retribusi berkaitan dengan pemanfaatan tanah ulayat, dsb.

Demikian sekilas penerapan konsep MindWeb berkaitan permasalahan Papua. Konsep MindWeb ini tentunya dapat digunakan untuk beragam hal. yang berkaitan dengan berpikir. Dan yang saya rasakan, konsep MindWeb dapat menyederhanakan tidak hanya cara berpikir namun rekam pikiran dalam bentuk tulisan.

Selamat mencoba.

                   Buku MindWebTanda Tangan Pak Eka

5 komentar:

  1. Great,
    Saya baru tahu ada buku yang kelihatannya menarik tersebut. Namun sepintas saya melihat seolah-olah konsep MindWeb yang ditawarkan oleh penulis tidak berbeda jauh dengan, dan sekedar mengembangkan teori Mind Mapping yang sudah kita kenal terlebih dahulu. Mungkin didalamnya terdapat beberapa pengembangan atau modifikasi dari teori mind mapping. Dalam hal ini, penggunaan sub judul "konsep berpikir tanpa mikir" terlihat menjadi jurus yang jitu agar orang tertarik membacanya.

    Anyway, saya akan coba mencari dan membaca buku ini untuk menambah wawasan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mind Map kelihatannya sama tetapi sangat jauh berbeda. Mind Map lebih kepada proses penyimpanan informasi (memorize), sementara MindWeb merupakan proses mengkaitkan informasi (inter koneksi). Jadi MindWeb tidak saja memorizing tetapi sekaligus merangkaikan informasi. Jadi pada Mind Map belum ada proses berpikir, hanya hapalan/penyimpanan informasi yang dominan menggunakan otak kanan saja sementara dalam MindWeb selain penyimpanan informasi sekaligus merangkai informasi sekaligus (gunakan otak kanan sekaligus juga otak kiri. Kira kira seperti itu dik.

      Hapus
  2. MindWeb sangat cocok diimplementasikan di lingkungan TNI...

    BalasHapus
  3. Yth: Pak Heri,
    Terimakasih banyak untuk pemakaian metode MindWeb dalam profesi Bapak.

    Benar sekali penjelasan Pak Heri. Mohon maaf, baru sempat melihat komentar dari Pak Hamim. Terimakasih, Pak Hamim untuk komentarnya.

    Sebagai tambahan informasi, metode MindWeb ini saya temukan pada tahun 1979/ 1980 ketika menjabat sebagai Kepala Cabang Trakindo Utama di Jambi.

    Sedangkan Mind Map baru muncul 15an tahun setelah itu. Ketika menemukan metode MindWeb ini, saya belum pernah sama sekali mendengar, membaca ataupun mengetahui tentang Mind Map. Dan metode MindWeb adalah asli penemuan saya sendiri, tanpa menyontek, meniru teori teori lainnya. Jadi, ini produk asli Indonesia, Pak.

    Jadi, MindWeb bukanlah pengembangan dari Mind Map, walaupun MindWeb jauh lebih lengkap dari sisi kognitif nya.

    Demikian penjelasan saya, Pak Heri, Pak Hamim.
    Sekiranya masih ada yang kurang kelas, Pak Hamim bisa menghubungi saya di email: eka.wartana@mindwebway.com

    Salam, Eka Wartana
    Penemu Metode, Penulis Buku MindWeb.
    Website: www.mindwebway.com

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih pak Eka atas penjelasannya ... semoga menjadi karya yang memudahkan banyak pihak dalam bekerja ... Salam Hormat

      Hapus

Tuliskan pertanyaan anda disini.