30 Oktober 2009

Seleksi Tahap II/2 (Oral)

    Pada pertengahan bulan November 2009 ini akan diadakan seleksi tingkat oral bagi casis yang telah lulus seleksi tahap II/1. Materi yang diujikan meliputi: akademik, pemeriksaan psikologi, kesehatan dan kesemaptaan jasmani.

    Materi akademik berupa pembuatan Karmil dan ujian lisan. Karmil yang dibuat tidak dinilai seperti halnya pada seleksi tahap II/1, namun akan dijadikan pegangan penguji dalam ujian lisan akademik. Dalam membuat Karmil, substansi yang akan dibahas sebaiknya merupakan materi yang telah dikuasai. Misalnya dalam Karmil membahas tentang personel, kepemimpinan dan binsat, maka pertanyaan penguji akan mengarah pada personel, kepemimpinan dan binsat. Selain substansi karmil, casis juga agar menyiapkan pengetahuan umum baik nasional dan internasional, khususnya isu-isu aktual, hal berkaitan dengan TNI, termasuk bahasa Inggris.

   Ujian lisan akademik dilaksanakan selama 70 menit. 5 menit persiapan; 15 menit paparan; 45 menit tanya jawab; dan 5 menit pengakhiran. Selain penguasaan pengetahuan juga akan dinilai sikap penampilan dan tata bicara.

   Pada penilaian akhir akademik, nilai oral memberikan andil sebesar 40 % sedangkan nilai akademik tahap II/1 sebesar 60 %. Rata-rata dari kedua nilai tersebut menjadi nilai akhir yang menentukan apakah casis masuk alokasi atau tereleminasi.

   Bagi casis yang tidak punya koneksi, tidak perlu berkecil hati. Yang penting laksanakan ujian dengan kesungguhan hati dan semangat yang tinggi. Ingat ! TUHAN tidak pernah tidur. SELAMAT BERJUANG.

Baca selengkapnya . . .

Strategi dan Kiat Belajar dalam rangka Seleksi Seskoad

  Menjadi Pasis Dikreg Seskoad merupakan dambaan setiap Perwira TNI AD, karena pendidikan Seskoad merupakan pintu kritis yang harus dilalui untuk pengembangan karier selanjutnya. Tanpa melalui pendidikan Seskoad, peluang perwira untuk mengembangkan karier di TNI AD khususnya maupun TNI umumnya menjadi sangat terbatas. Namun demikian bukan berarti pendidikan Seskoad merupakan jaminan utama bagi perwira untuk memperoleh pengalaman karier yang diinginkan. Masih banyak faktor-faktor penentu  lainnya yang menjadi pertimbangan organisasi untuk menempatkan perwira dalam mengembangkan karier selanjutnya. 

   Dalam rangka peningkatan SDM, idealnya TNI AD memberikan kesempatan bagi setiap perwira yang telah memenuhi syarat (administrasi) untuk mengikuti pendidikan Seskoad. Namun terbatasnya alokasi  pendidikan membuat  tidak semua perwira yang telah memenuhi syarat  dapat mengikuti pendidikan ini. Hanya perwira yang berhasil melalui seleksi yang dapat mengikuti pendidikan. Karena terbatasnya alokasi   serta  sedemikian pentingnya  pendidikan ini membuat setiap perwira akan berusaha semaksimal mungkin (all out)  mempersiapkan  dirinya dalam menghadapi seleksi Seskoad khususnya bidang akademik.

    Materi pokok akademik biasanya meliputi: Aplikasi (taktik dan dinas staf), Teori (taktik, dinas staf, bintal/pengum, binlat dan bahasa Inggris) dan Karangan Militer. Pada seleksi Casis Dikreg TA. 2009 (Dikreg XLVII) terjadi perubahan mendasar atas materi pokok yang diujikan. Materi Aplikasi yang semula 7-8 persoalan dengan alokasi waktu 7,5 jam dan  tanpa diberikan format  menjadi 3-5 persoalan dengan alokasi waktu 4 jam, serta format diberikan. Materi Teori (taktik, dinas staf, bintal/pengum dan binlat) semula 38 soal (Pilihan B/S, Pilihan Analisis Hubungan Antar Hal, Pilihan Berganda Tunggal, Pilihan Analisis Kasus, Isian dan Uraian) dengan alokasi waktu 180 menit menjadi 50 soal (Pilihan B/S, Pilihan Berganda Tunggal, Pilihan Berganda Majemuk dan Pilihan Analisis Kasus) dengan alokasi waktu 90 menit. Teori Bahasa Inggris dari 26 soal (Terjemahan, Jawab Pertanyaan, Pilihan dan Isian) dengan alokasi waktu 150 menit menjadi 30 soal (Pilihan B/S, Pilihan Berganda Tunggal, Pilihan Berganda Majemuk) dengan alokasi waktu 60 menit. Materi Karmil yang semula diberikan proposisi menjadi diberikan judul.

   Pada seleksi sebelumnya, untuk materi Aplikasi, bagi perwira  yang telah terlatih mengerjakan soal akan memiliki peluang lebih besar untuk lulus seleksi, karena dengan model 7-8 persoalan dan waktu 7,5 jam sangat sulit bagi yang tidak terlatih untuk mengerjakan persoalan sesuai dengan alokasi waktu yang disediakan. Kondisi ini memaksa perwira untuk menghafal format-format, agar saat mengerjakan persoalan tidak terganggu waktu untuk mengingat-ngingat format. Sehingga pada masa itu segala macam cara dan teknik digunakan para perwira untuk menghapalkan format. Bangun tidur, yang pertama kali dilihat adalah format (yang telah tertata di dinding), sebelum masuk kamar mandi di bagian pintu  juga ada format, saat buang air besar hiasan yang tertera didepan juga format. Masuk ke dalam kantor yang dilihat juga format, di dalam saku baju ada catatan kecil yang isinya juga format. Para perwira juga berlatih dengan cara drill mengerjakan soal aplikasi, dari drill menyalin jawaban persoalan, drill menjawab persoalan tanpa dihitung waktu, sampai dengan drill sesungguhnya seperti saat melaksanakan ujian aplikasi. Kondisi ini membuat tujuan seleksi untuk menjaring para perwira yang memiliki cara berpikir logis, kritis, kreatif dan argumentatif (beralasan)  pada akhirnya tidak tercapai. Ketika melaksanakan pendidikan, sebagian besar perwira selalu terbelenggu dengan format, juga mengalami kesulitan untuk menemukan ide-ide kreatif dalam menyikapi suatu permasalahan. Perwira yang kreatif dan memiliki cara berpikir kritis, biasanya kurang begitu menyukai dengan metode menghapal dan drill berulang-ulang sehingga mereka sulit terjaring melalui model seleksi yang dilakukan. Cukup banyak kita lihat, perwira-perwira yang kreatif dan hebat cara berfikirnya, tapi tidak pernah dapat lulus seleksi Seskoad. Kondisi inilah yang diantaranya mendorong diadakannya perubahan pada materi Aplikasi Taktik dan Dinas Staf.

   Untuk materi teori, pada seleksi lalu masih ada jawaban isian dan uraian yang bobotnya lebih besar dari jawaban Benar-Salah dan jawaban Pilihan. Untuk Benar-Salah dan Pilihan hanya ada 2 kriteria jawaban, yaitu: Benar (100%) atau Salah (nol). Sementara untuk jawaban isian dan uraian menggunakan 5 kriteria jawaban sbb: Tidak menjawab (nol); Salah (10%), Kurang Benar (11%-40%); Mengandung Kebenaran (41%-70%); Mendekati Benar (71%-90%) dan Benar (91%-100). Kondisi ini membuat penilaian sulit dilaksanakan secara obyektif. Selain itu faktor tulisan juga sangat menentukan, bisa saja jawaban sebenarnya mendekati benar namun karena tulisannya sulit dibaca akhirnya dinilai pada kriteria mengandung kebenararan sehingga  nilai lebih rendah dari nilai yang seharusnya, sebaliknya jawaban kurang benar namun karena tulisannya bagus diberikan nilai pada kriteria mengandung kebenaran.  Hal ini tentunya akan sangat merugikan bagi perwira yang sebenarnya cerdas, namun karena faktor tulisan pada akhirnya tidak lulus seleksi. Rentang nilai pada masing-masing kelompok kriteria juga sangat menyulitkan dalam penilaian. Penilaian terhadap produk peserta tidak mungkin akan sama antara pemeriksa satu dengan pemeriksa lainnya. Sekalipun telah dilaksanakan sistem koreksi berlapis, tetap saja unsur subyektifitas tidak dapat dihindarkan. Sekarang ini jawaban untuk materi persoalan teori hanya ada 2 kriteria, yaitu: Benar (100%) dan Salah (nol). Dengan cara ini faktor tulisan tidak lagi menjadi penghambat, subyektifitas tidak ada lagi karena pemeriksa hanya diberi 2 alternatif jawaban, yaitu: Benar diberi nilai 100 dan Salah diberi nilai nol sehingga penilaian menjadi sangat obyektif. Penerapan sistem ini disisi lain ternyata juga membawa dampak yang sangat besar pada saat pelaksanaan seleksi yang baru lalu. Sebagian besar peserta seleksi nilai teorinya rendah. Rendahnya nilai teori ini kemungkinan sebagai akibat model jawaban yang tidak lagi menggunakan jawaban isian dan uraian dan kemungkinan juga cara belajar yang salah.

   Materi Karmil juga mengalami perubahan yaitu dari semula dengan pemberian proposisi menjadi diberikan judul. Pada dasarnya kedua model ini sama saja apabila peserta membuatnya murni pada saat pelaksanaan ujian, bahkan pemberian proposisi akan lebih memberikan kebebasan kepada peserta untuk menentukan judul tulisannya. Namun pada kenyataannya tidaklah demikian. Dengan model pemberian proposisi, sebagian besar peserta sudah mempersiapkan Karmil jauh sebelum pelaksanaan ujian. Bahkan sebagian besar peserta mengkonsultasikan Karmil yang  dibuat keberbagai pihak. Kondisi ini membuat panitia seleksi mengalami kesulitan untuk mengetahui apakah Karmil yang dibuat dalam ujian itu murni hasil pemikiran peserta atau bukan, akibatnya tujuan seleksi menjadi sulit diukur. Ujian Karmil pada hakekatnya adalah untuk menjaring perwira yang telah memiliki: kemampuan dasar berpikir kritis (dapat melihat sesuatu yang tidak normal dalam suatu lingkungan), kemampuan dasar untuk menggali ide/gagasan sebagai tindak lanjut berpikir kritis dan kemampuan dasar untuk menyampaikan ide/gagasan dalam bentuk tulisan dengan argumen yang logis. Kemampuan dasar  ini secara minimal  sebenarnya  dimiliki oleh setiap perwira apabila para perwira mau mengembangkan diri dengan pendidikan-pendidikan yang telah diperoleh sebelumnya dan mau mengaplikasikannya dalam lingkungan bertugas. Apabila perwira tidak memiliki kemampuan dasar ini, Seskoad akan mengalami kesulitan untuk mendidik perwira sesuai dengan apa yang diharapkan dalam tujuan pendidikan.

   Pengalaman selama ini, dalam mempersiapkan diri menghadapi seleksi, para perwira biasanya menitik-beratkan belajar pada materi Aplikasi. Pertimbangan ini dilakukan mengingat materi aplikasi memiliki bobot terbesar dibanding materi lainnya. Akibatnya para perwira kurang menyiapkan materi yang bersifat teori. Untuk model soal seleksi yang lalu, cara seperti ini mungkin cukup efektif, namun untuk model yang baru cara ini tidak efektif. Para perwira perlu menggunakan strategi yang efektif dalam belajar agar lebih siap menghadapi seleksi Seskoad. Komposisi materi ujian dan bobotnya seperti tergambar dalam tabel di bawah:

NO

MACAM MATERI

BOBOT (%)

1

APLIKASI TAKTIK & DINAS STAF

35

2

TEORI TAKTIK

15

3

TEORI DINAS STAF

15

4

TEORI BINTAL / PENG. UMUM

10

5

TEORI BINLAT

10

6

BAHASA INGGRIS

5

7

KARANGAN MILITER

10

 

                             JUMLAH

100

Dengan mengetahui komposisi materi dan bobot, para perwira akan lebih mudah untuk mengatur strategi belajar sesuai kekuatan dan kelemahan yang dimiliki.

   Dengan mempertimbangkan kekuatan dan kelemahan, para perwira dapat membuat asumsi untuk mendapat nilai 70 (nilai batas lulus). Misalkan: Dengan kemampuan yang dimiliki asumsi perolehan nilai aplikasi adalah 20 dan Karmil adalah 10. Berarti untuk memperoleh nilai batas lulus perlu mencari nilai 40 dari materi teori. Komposisi ini tentunya berbeda-beda pada setiap orang. Melalui ruang ini (http://seskoad2seskoad.blogspot.com)  para perwira dapat belajar bagaimana sebaiknya cara mengerjakan/menjawab Aplikasi dan menulis Karmil sesuai dengan ketentuan/teori dengan harapan para perwira dapat memperoleh nilai antara 20 s/ 25 untuk materi Aplikasi dan 10 s/d 12 untuk materi Karmil.  Adapun untuk materi Teori, cara belajar yang paling efektif adalah dengan membuat soal dan jawaban sebanyak mungkin. Sebagai contoh: Untuk belajar teori Dinas Staf, siapkanlah seluruh Buku Petunjuk Lapangan tentang Dinas Staf dari Dinas Staf Umum s/d Dinas Staf Teritorial. Buatlah pertanyaan dan jawaban dari Bujuklap Dinas Staf Umum sesuai dengan model persoalan dalam ujian (pertanyaan dengan jawaban  B/S, Pilihan berganda tunggal, Pilihan berganda majemuk dan Pilihan analisis kasus). Untuk pertanyaan model analisis kasus mengingat agak kompleks tidak perlu dibuat dulu. Semakin banyak pertanyaan dan jawaban yang dibuat akan semakin bagus. Sekurang kurangnya buatlah 100 pertanyaan dan jawaban untuk pilihan B/S, 100 untuk Pilihan berganda tunggal dan 100 untuk pilihan berganda majemuk untuk setiap Bujuklap. Mengapa belajar dengan cara seperti ini ?. Dengan belajar menggunakan model ini kita akan membaca setiap lembar referensi secara seksama untuk menentukan apa yang dapat dijadikan pertanyaan dalam lembar tersebut. Minimal kita harus membaca 2-3 kali sebelum kita dapat membuat pertanyaan dari lembar yang kita baca. Inilah sebenarnya yang dilakukan oleh para perumus soal di Seskoad. Hasil yang didapat dengan model belajar seperti ini sangat berbeda apabila dibandingkan dengan model belajar hanya membaca dan menghapal. Cara lain yang lebih mudah namun cukup efektif adalah dengan membaca buku kumpulan pertanyaan dan penjelasan jawaban (bukan hanya jawaban, tetapi juga ada penjelasan mengapa jawabannya demikian). Buku ini bisa dibuat oleh para perwira senior yang telah memiliki dasar keilmuan yang memadai. Para perwira juga bisa membuat kelompok diskusi untuk belajar. Ingat! Proses berpikir yang dilakukan secara bersama-sama biasanya lebih baik jika dibandingkan denga berpikir sendiri-sendiri. Untuk referensi yang digunakan dalam seleksi pendidikan, para perwira bisa menanyakan di Spersdam masing-masing.

   Para perwira juga ada baiknya mengetahui komposisi dan bobot materi persoalan Teori untuk menghindari terjadinya salah perhitungan. Contoh: Dari 50 soal teori Dinas Staf, rasa-rasanya bisa dijawab dengan benar 40 soal. Menurut hitungan diperkirakan nilai yang didapat: (40:50)x15=12, kenyataannya nilai yang didapat hanya 9. Mengapa demikian ? Ini terjadi karena dalam menghitung tidak diperhitungkan bobot dari macam pertanyaan. Dibawah ini merupakan bobot dari setiap macam pertanyaan dalam materi persoalan Teori.

1) Untuk selain Bahasa Inggris:

NO

MACAM PERTANYAAN

JML SOAL

BOBOT

1

PILIHAN BENAR / SALAH

15

10 %

2

PILIHAN BERGANDA TUNGGAL

15

20 %

3

PILIHAN BERGANDA MAJEMUK

10

30 %

4

PILIHAN ANALISIS KASUS

10

40 %

                           JUMLAH

50

2) Untuk Bahasa Inggris:

NO

MACAM PERTANYAAN

JML SOAL

BOBOT

1

PILIHAN BENAR / SALAH

10

20 %

2

PILIHAN BERGANDA TUNGGAL

10

30 %

3

PILIHAN BERGANDA MAJEMUK

10

50 %

                           JUMLAH

30

 

   Rekan-rekan perwira, khususnya yang akan mengikuti seleksi pendidikan Seskoad, demikianlah pengantar yang dapat saya sampaikan. Selanjutnya  melalui ruang ini saya akan mencoba untuk membahas materi Aplikasi dan Karmil. Para perwira silahkan untuk bertanya dalam rangka memperoleh pemahaman. Melalui forum ini juga saya mengajak para perwira untuk membangun Institusi yang kita cintai ini dengan cara mengembangkan kemampuan diri pribadi kita secara sehat. Perlu diingat bahwa Seskoad bukanlah tempat mencari legalitas dan perkawanan semata, tetapi yang lebih penting Seskoad adalah tempat untuk memperbaiki, menyehatkan dan  meningkatkan cara berpikir kita. Cara berpikir yang sehat akan menghasilkan sikap perilaku dan tindak perbuatan yang sehat yang sangat dibutuhkan untuk kemajuan TNI AD. Mari kita manfaatkan ruang ini semaksimal mungkin untuk kemajuan Angkatan Darat yang kita cintai.

(Letkol. Czi. Heri Marjaga Siagian / Dosen Muda Seskoad).

Baca selengkapnya . . .

24 Juli 2009

Pandangan Tentang Penyelesaian Masalah Ambalat

(Tulisan ini dimuat atas seijin penulis)

Oleh:

Sayidiman Suryohadiprojo, Letjen TNI (Purn), mantan Gubernur Lemhanas (http://sayidiman.suryohadiprojo.com)

Ada beberapa faktor yang menjadi sumber masalah berkaitan dengan persoalan Ambalat akhir-akhir ini:

Faktor psikologis. Keberhasilan Malaysia dalam membangun negaranya, termasuk ekonominya, menimbulkan rasa percaya diri yang berlebihan sampai dapat dikategorikan sikap arrogant. Akibatnya adalah menyepelekan pihak lain yang dianggapnya kurang berhasil dan sedang menghadapi banyak persoalan, seperti Indonesia. Hal ini dapat dilihat ketika Malaysia tidak pernah membicarakan masalah ini secara serius kepada Indonesia, padahal dua-duanya anggota ASEAN. Juga pembuatan peta tentang wilayah perbatasan secara unilateral adalah bukti arrogansi itu.

Faktor ekonomi. Perusahaan minyak Shell berkepentingan mendapatkan konsesi di Ambalat yang dapat mempengaruhi perusahaan Petronas bertindak sepihak. Ini juga kepentingan Malaysia untuk peningkatan ekonominya.

Faktor militer. Malaysia mengira bahwa kekuatan militernya, khususnya kekuatan angkatan laut dan angkatan udara, memadai untuk mendukung memaksakan fait accompli seperti yang telah dilakukan dulu dengan Sipadan dan Ligitan. Perkiraan ini timbul karena pengaruh faktor psikologi (arrogansi) dalam menilai kemampuan militer Indonesia.

Faktor politik. Malaysia melihat bahwa Indonesia sedang sibuk menghadapi berbagai masalah politik, ekonomi dan keamanan dalam negeri, sehingga dinilai tidak cukup kemampuan menghadapi masalah ini secara sungguh-sungguh. Itu dapat dilihat pada sikap dan ucapan Menlu Malaysia bahwa buat Malaysia tidak ada masalah negosiasi dan ia datang ke Jakarta hanya untuk menyampaikan pendapat Malaysia.

Sikap kita

Dalam media dapat kita baca bagaimana reaksi masyarakat Indonesia pada umumnya. Secara umum orang menilai Malaysia arogan, hal ini diperkuat dengan tindakannya yang keras terhadap TKI illegal.

Banyak orang menjadi emosional dan dimanfaatkan oleh orang-orang tertentu untuk memperoleh manfaat dengan membakar emosi itu menjadi perbuatan yang tidak bermanfaat bagi Indonesia, bahkan dapat merugikan.

Berkembang semangat untuk menjadi relawan dalam menghadapi masalah ini. Hal ini tidak merugikan asalkan dapat diarahkan ke perbuatan yang berguna bagi penyelesaian masalah.

Kalangan cendekiawan terbagi dalam mereka yang seperti biasa menyalahkan Indonesia dan mereka yang mau melawan Malaysia. Yang menyalahkan, sekalipun amat terbatas jumlahnya, menghendaki penyelesaian secara diplomasi dan kalau perlu ke ICJ. Yang mau melawan mendorong agar Indonesia berperang dengan Malaysia, tetapi kemudian secara sinis mempertanyakan apakah TNI dapat memenangkan perang mengingat berbagai keterbatasannya.

Jadi di mata kebanyakan orang, termasuk cendekiawan, penyelesaian hanya diplomasi (damai) atau perang. Pandangan demikian sudah ketinggalan zaman. Sejak akhir Perang Dunia II umat manusia dan dunia diliputi oleh keadaan bukan perang tapi juga bukan damai (no war no peace) sampai Perang Dingin selesai.

Buat Indonesia diplomasi memang harus terus diadakan, tetapi bukan diplomasi yang mencari Win-Win Solution. Sebab dengan penyelesaian seperti itu kita akan harus mengorbankan sebagian kedaulatan kita. Diplomasi kita hanya untuk menyatakan pendapat dan kepentingan kita yang tidak dapat dikurangi lagi, sehingga kedaulatan tidak akan pernah dikurangi.

Jadi menuju ICJ adalah sikap salah, baik dilihat dari sudut taktik maupun strategi. Karena yang berkepentingan di pihak Malaysia tidak hanya dia, tetapi juga Shell yang Inggris-Belanda, maka ICJ yang berada di Den Haag, Belanda, amat mungkin mereka pengaruhi. Selain itu Malaysia ada dalam Five Powers Defense Arrangement (FPDA) dengan Inggris, Australia, Selandia Baru dan Singapura, sehingga jelas kepentingan Inggris di pihak Malaysia. Hal ini dibuktikan dengan kunjungan Wakil PM Malaysia, Najib Razak, ke Inggris antara lain untuk membeli kapal perang dan senjata lainnya.

Jadi diplomasi Indonesia adalah hanya untuk menunjukkan kepada dunia internasional, khususnya AS, bahwa Indonesia tidak mau perang. Akan tetapi sikap itu harus diperkuat oleh tindakan TNI dengan menunjukkan bahwa kita mempunyai kemampuan nyata untuk membela kedaulatan negara kita. Untuk itu TNI diperkuat kemampuannya, khususnya TNI-AL dan TNI-AU.

Indonesia harus mengirimkan delegasi ke China dan Russia untuk menegosiasi pembelian kapal perang, pesawat tempur dan sistem senjata lainnya, khususnya peluru kendali dan roket. Karena keuangan kita terbatas, harus kita temukan cara non-konvensional untuk membayar. Seperti menawarkan konsesi minyak di Ambalat kepada Russia dan China. Malaysia harus dicegah menciptakan fait accompli, justru Indonesia harus menunjukkan secara fisik kehadirannya di semua daerah yang masuk wilayah nasional.

Hal-hal yang perlu segera dilakukan

Menduduki semua pulau yang masuk wilayah yang hendak direbut Malaysia dengan pasukan TNI diperkuat Relawan.

Membuat TNI-AL dan TNI-AU mampu untuk menguasai wilayah Indonesia di sekitar Ambalat. Apabila kemampuan cukup tinggi harus ada kesediaan melakukan tembakan peringatan kepada kapal atau pesawat Malaysia yang melanggar kedaulatan wilayah.

Mengaktifkan rakyat, seperti nelayan, untuk melakukan kegiatan secara nyata di wilayah itu dengan dilindungi TNI.

Memasang tanda kedaulatan, seperti rambu-rambu, di semua pulau di wilayah itu.

Membuat peta perbatasan, kalau belum ada, sesuai dengan pendapat kita.

Menggerakkan opini di ASEAN untuk berpihak kita, khususnya Filipina yang juga mempunyai masalah perbatasan dengan Malaysia dan Vietnam.

Mengusahakan gerakan di Malaysia yang mendukung kita. Seperti kemungkinan mengajak Anwar Ibrahim menuduh peran Shell dan Petronas yang dikendalikan anak mantan PM Mahathir Mohamad.

Mencegah FPDA mendukung Malaysia, khususnya Singapura, Australia dan Selandia Baru.

Mengirim delegasi ke China dan Russia untuk pembelian sistem senjata.

Mempengaruhi opini publik di Indonesia agar emosi tidak mengarah ke tindakan merugikan dan melawan sinisme cendekiawan dengan tindakan nyata.

Baca selengkapnya . . .

06 Juli 2009

Teknik Mencari Informasi (Untuk membantu menyelesaikan tugas-tugas akademik di Seskoad)

( Letkol Czi. Budiman S. Pratomo )

Pendahuluan

Internet saat ini telah menjadi sebuah gudang pengetahuan, kalau boleh dikatakan, tak terbatas. Dengan meningkatnya jumlah pengguna internet, maka nilai manfaat dari internet sebagai pusat ilmu pengetahuan pun akan bertambah. Namun sayangnya, walaupun sudah sangat terbiasa menggunakan internet rata-rata baru mempergunakan 5-10% dari kemampuan internet yang sebenarnya. Hal ini disebabkan oeh banyaknya pengguna internet yang belum mengetahui teknik pencarian informasi yang tepat dan efektif.

Untuk mendapatkan informasi dari artikel, file, maupun database di internet (web) secara cepat dan relevan dapat dilakukan dengan memanfaatkan mesin pencari (search engine). Dengan hanya menuliskan topik apa yang hendak kita ketahui search engine akan menampilkan semua link yang berhubungan dengan hal tersebut. Ada banyak pilihan search engine yang bisa dimanfaatkan dan masing-masing memiliki keistimewaan tersendiri. Namun pada prinsipnya semua search engine mempunyai fungsi sama yaitu mencari dan menganalisis semua halaman Web, kemudian membuat indeks kata bersama dengan daftar URL (Universal Resource Locator) yang merupakan halaman atau tempat dimana "kata kunci" yang dicari dapat ditemukan.

Artikel ini memberikan informasi bagaimana mencari informasi secara cepat dan relevan menggunakan search engine Google, yang merupakan search engine yang paling populer dewasa ini.

clip_image002

Dengan search engine ini, kita tinggal memasukkan suatu “kata kunci” kedalam kotak pada Google dan tinggal Enter atau tekan tombol Google Search, maka dalam sekejap akan menghasilkan informasi yang berkaitan atau relevan dengan yang kita inginkan. Namun apabila kita hanya mengetikkan “kata kunci” saja maka kita masih mendapatkan informasi yang sangat banyak, bersifat umum, dan mungkin malah tidak relevan.

Jika kata kunci dimasukkan, misalnya “Indonesia” dan tombol “Google Search” dipilih, maka aplikasi search engine akan mencari di seluruh komputer yang terhubung ke internet, berbagai jenis data baik dalam bentuk dokumen, gambar, audio, maupun video yang di dalamnya terdapat teks bertuliskan kata “indonesia”. Terlihat dari informasi hasil pencarian tersebut bahwa Google menemukan ada sekitar 255,000,000 artikel atau pun dokumen (dalam bentuk beragam format) yang terdapat kata “indonesia” di dalamnya. Jadi dengan hanya mengetikkan kata kunci tanpa tahu cara yang tepat maka informasi yang diperoleh menjadi terlalu banyak dan kurang relevan. Dengan demikian maka perlu bagi kita untuk mengetahui bagaimana teknik menyaring informasi yang relevan.

Teknik Menyaring Informasi yang Relevan

Dari contoh tersebut diatas maka akan ditemukan jutaan situs yang berkaitan dengan kata “indonesia”. Tentunya untuk mempersempit informasi yang diperoleh harus ada teknik yang dipergunakan untuk hal tersebut. Ada dua teknik dasar yang biasa dipergunakan, yaitu dengan menggunakan simbol-simbol matematika dan simbol-simbol boolean. Simbol-simbol matematika antara lain adalah tanda + , -, dan “ “. Sedangkan simbol-simbol boolean adalah OR, AND, NOT, NEAR. Selain teknik dasar ini ada juga yang disebut sebagai Power Searching. Yang meliputi host searching, Special URL Searching, Filetype Searching, Title Searching, dan Wildcard Searching. Disamping itu search engine mempunyai beberapa fasilitas bantuan pencarian seperti Related Searches, Clustering, Find Similar, Stemming, Search Within, Spidered Version, Search By Language, Page Translation, dan Porn Filter. Untuk keperluan pencarian informasi yang relevan ini maka tidak semua fitur dari searching engine ini dibahas disini.

Dalam artikel ini, akan dibahas mengenai bagaimana mencari informasi yang berkaitan dengan bidang kemiliteran. Perlu juga disampaikan pencarian menggunakan kata kunci dalam bahasa inggris karena apabila menggunakan bahasa indonesia akan sedikit sekali informasi yang ditemukan, karena jarang personel dari bidang ini yang menulis di internet dan kalaupun dipaksakan berdasarkan pengalaman penulis yang sering muncul hanya url dephan.go.id, tni.mil.id, tniad.mil.id, dan tnial.mil.id yang merupakan situs resmi lembaga-lembaga tersebut.

Contoh Pencarian Informasi

Untuk mencari Informasi yang berkaitan dengan tentara nasional indonesia maka apabila hanya diketikkan tentara nasional indonesia akan muncul informasi sebanyak 463,000 artikel. Dengan demikian terlalu banyak informasinya. Kita bisa mempersempit dengan menggunakan tentara+nasional+Indonesia., ternyata hasilnya tetap sama. Maka kita bisa menggunakan “tentara nasional indonesia” . Ternyata dengan teknik ini muncul 264,000 artikel, dan jumlah ini masih terlalu banyak. Sehingga diperlukan teknik khusus untuk mempersempit pencarian informasi tersebut. Misalnya hanya mencari informasi mengenai tentara nasional indonesia tetapi dari situs di Indonesia saja. caranya dengan mengetik: ”tentara nasional indonesia” inurl:.id, ternyata dengan teknik ini muncul 180,000 artikel, jumlah ini ternyata masih sangat besar. Harus ada pembatasan lagi mengenai informasi yang diinginkan, misalnya dalam format dokumen microsoft word, caranya dengan mengetik ”tentara nasional indonesia” inurl:.id filetype:doc. Ternyata dengan teknik ini muncul 605 artikel. Dengan teknik ini kita mampu mempersempit pencarian dengan cepat. Ini masih bisa disempitkan lagi misalnya informasi yang hanya TNI tanpa kepolisian. Caranya dengan mengetik : ”tentara nasional indonesia” - kepolisian inurl:.id filetype:doc. Ternyata dengan teknik ini muncul 543 artikel. Untuk Google belum tersedia fasilitas untuk mensyaratkan jumlah kata dalam artikel. Apabila menggunakan AOL Search bisa dilakukan hal tersebut dengan cara : ”tentara nasional indonesia”, akan dihasilkan 20,000 artikel, apabila dibatasi jumlah katanya 1000 dengan mengetikkan ”tentara nasional indonesia” /1000 maka akan hanya muncul 946 artikel.

Kemampuan Apa saja yang dimiliki Google Search

Secara lengkap bisa dilihat di halaman google.co.id dan klik Penelusuran lanjutan dengan alamat http://www.google.co.id/advanced_search?hl=id atau dicari di url berikut ini yaitu: http://www.google.com/intl/en/help/features.html. Namun demi alasan kepraktisan tulisan berikut ini hanya merupakan resume dari kedua sumber tersebut. Secara umum, jenis pencarian di Google mempunyai dua kemampuan yaitu: Basic Search dan Advanced Search. Basic Search adalah fitur pencarian yang sudah biasa kita gunakan yaitu ketika mengakses langsung google.com. Sedangkan Advanced Search menyediakan berbagai pilihan fitur pencarian baik untuk operator dasar, file format yang ingin kita cari, bahasa, daerah dan sebagainya. Sebenarnya masih sangat banyak fitur pencarian yang bisa kita gunakan, tapi tidak terdapat di menu pilihan Advanced Search. Jadi kita harus memasukannya query di kotak pencarian di Basic Search secara langsung.

Berikut ini beberapa daftar kemampuan yang dimiliki oleh Google yang bisa dicari dengan memasukkan query bersama dengan operator lain di kotak pencarian Google.

a. Fitur Pencarian Dasar

1. AND: Mencari informasi yang mengandung kedua kata yang dicari. Bisa menggunakan salah satu dari tiga alternatif berikut:

tentara AND nasional AND indonesia

tentara+nasional + indonesia

2. OR: Mencari informasi yang mengandung salah satu dari kedua kata. Bisa menggunakan salah satu dari dua alternatif berikut:

tentara OR laskar

tentara | laskar

3. FRASE: Mencari informasi yang mengandung frase yang dicari dengan menggunakan tanda “”.

“tentara+nasional + indonesia”

4. NOT: Hasil pencarian mengandung kata yang di depan, tapi tidak yang dibelakang minus (-). Contoh di bawah akan mencari informasi yang mengandung kata tentara nasional tapi bukan tentara nasional indonesia.

Tentara nasional – indonesia

5. SINONIM (~): Mencari kata beserta sinonim-sinonimnya. Contoh di bawah akan membawa hasil pencarian: soldier dan sinonim-sinonimnya seperti war, mercenaries dan sebagainya.

~soldier

6. ASTERIK (*): Karakter pengganti kata. Dari contoh di bawah, hasil yang didapat bisa: tentara nasional indonesia, tentara allah indonesia, tentara islam indonesia, tentara baik indonesia, tentara daerah indonesia dan sebagainya.

tentara * indonesia

7. TANDA TITIK (.): Karakter pengganti huruf, angka dan karakter tunggal. Dari contoh di bawah, hasil yang didapat bisa: topi, toni, toti, tori, tomi, dan sebagainya.

to.i (dalam percobaan tidak sesuai dengan yang diinginkan)

8. CASE INSENSITIVE: Pencarian di Google menganggap kapital dan bukan kapital sebagai sesuatu yang sama. Jadi, tentara nasional indonesia, Tentara NASIONAL iNDOnesia akan membawa hasil pencarian yang sama

9. PENGABAIAN KATA: Google mengabaikan keyword berupa karakter tunggal dan kata-kata berikut: a, about, an, and, are, as, at, b, by, from, how, i , in, is, it, of, on, or, that, the, this, to, we, what, when, where, which, with. Apabila kita masih tetap menginginkan pencarian kata tersebut, bisa dengan menggunakan karakter + di depan kata yang dicari.

10. I’M FEELING LUCKY (SAYA LAGI BERUNTUNG): Akan membawa kita langsung menuju ke hasil pencarian pertama dari query kita

Tentara nasional indonesia akan langsung menuju pada halaman http://www.tni.mil.id/

b. Fitur Pencarian Lanjut

1. DEFINE: Mencari definisi dari sebuah terminologi. Dari contoh di bawah, hasil yang didapat adalah berbagai definisi tentang e-learning dari berbagai sumber

define:tentara apabila definisinya ada akan ditampilkan tetapi apabila definisinya tidak ada akan disampaikan tidak ada definisinya.

2. CACHE: Menampilkan situs web yang telah diindeks oleh Google meskipun sudah tidak aktif lagi. Contoh di bawah akan menghasilkan pencarian kata elearning pada situs pusinfolahtatni.mil.id yang ada di indeks Google.

cache:pusinfolahtatni.mil.id elearning

3. LINK: Menampilkan daftar link yang mengarah ke sebuah situs. Contoh di bawah akan menampilkan daftar link yang mengarah ke situs pusinfolahtatni.mil.id

link: pusinfolahtatni.mil.id

4. RELATED: Menampilkan daftar situs yang serupa, mirip atau memiliki hubungan dengan suatu situs

related: pusinfolahtatni.mil.id

5. INFO: Menampilkan informasi yang Google ketahui tentang sebuah situs

info: pusinfolahtatni.mil.id

6. SITE: Menampilkan pencarian khusus di suatu situs yang ditunjuk

java site:pusinfolahtatni.mil.id

site: pusinfolahtatni.mil.id

7. FILETYPE: Menampilkan hasil pencarian berupa suatu jenis (ekstensi) file tertentu. Jenis file yang bisa dicari adalah: pdf, ps, dwf, kml, kmz, xls, ppt, doc, rtf, swf. Contoh di bawah akan menampilkan hasil pencarian berupa file PDF yang mengandung keyword tentara nasional indonesia

tentara nasional indonesia filetype:pdf

8. ALLINTITLE: Menampilkan seluruh kata yang dicari dalam TITLE halaman. Contoh di bawah akan menghasilkan halaman yang memiliki title Tentara Nasional. allintitle ini tidak dapat digabungkan dengan operator (sintaks) lain. Gunakan intitle untuk keperluan tersebut.

allintitle:tentara nasional

9. INTITLE: Menampilkan satu kata yang dicari dalam TITLE halaman. Contoh di bawah akan menghasilkan halaman yang memiliki title tentara dan isi halaman yang mengandung kata nasional

intitle:tentara nasional

10. ALLINURL: Menampilkan seluruh kata yang dicari di dalam URL. Contoh di bawah akan menghasilkan daftar URL yang mengandung kata tentara dan nasional. allinurl ini tidak dapat digabungkan dengan operator (sintaks) lain. Gunakan inurl untuk keperluan tersebut.

allinurl:tentara nasional

11. INURL: Menampilkan satu kata yang dicari di dalam URL. Contoh di bawah akan menghasilkan daftar URL yang mengandung kata tentara dan isi halaman yang mengandung kata nasional

inurl:tentara nasional

Pencarian informasi yang kita lakukan akan semakin efektif apabila kita menggabungkan beberapa operator baik yang ada di fitur pencarian dasar maupun lanjut. Misalnya, kita ingin mencari file-file PDF yang ada di situs http://www.tni.mil.id/. Maka kita gabungkan dua operator menjadi: filetype:pdf site:www.tni.mil.id

Disamping fitur-fitur di atas Google juga bis digunakan untuk keperluan-keperluan seperti berikut ini:

1. Perhitungan matematika sederhana.

Mesin cari Google bisa melakukan perhitungan matematika sederhana seperti penjumlahan, perkalian, pembagian atau pengurangan, karena memiliki kemampuan fungsi sebagai kalkulator. Ketikkan angka yang ingin dihitung beserta tanda perhitungannya ke dalam kotak mesin cari, misalnya: 17+8*45, lalu tekan tombol Enter atau klik tombol Search di Google.

2. Konversi mata uang.

Fasilitas konversi mata uang juga tersedia di mesin cari Google. Cukup ketikkan angkanya diikuti tanda  mata uangnya yang ingin dikonversi dari mata uang tertentu ke mata uang yang diinginkan di kotak mesin cari, misalnya: 100 USD in IDR, lalu tekan Enter.

3. Melihat waktu di berbagai kota di seluruh dunia.

Anda bisa mencari tahu waktu lokal di sebuah kota atau negara lain. Cukup ketikkan time in [nama kota/negara] di kotak pencarian untuk mencari tahu dengan mudah waktu lokal di sebuah kota/negara. Misal: time in [Jakarta].

4. Konversi unit.

Selain berfungsi sebagai kalkulator, mesin cari Google juga bisa mengkonversi ukuran. Misalnya: 100 inch in meter.

Demikian uraian singkat mengenai penggunaan Google untuk mencari informasi dengan tepat dan cepat khususnya untuk membantu menyelesaikan tugas-tugas akademik yang diberikan.

Semoga Bermanfaat.

Budiman S. Pratomo

Pusinfolahta TNI

budiman@dephan.go.id

Baca selengkapnya . . .

05 Juli 2009

Implikasi Pemanfaatan Internet terhadap Pendidikan di Seskoad

( Letkol Czi. Budiman S. Pratomo )

Pendahuluan

Internet adalah singkatan dari Interconnection Network yang secara harafiah berarti hubungan antar jaringan (network). Sedangkan network sendiri diartikan sebagai suatu sistem komunikasi data antar komputer. Jadi pengertian internet secara umum adalah kumpulan dari jaringan komputer yang terhubung dan bekerja sebagai suatu sistem.

Internet, pada awalnya digunakan hanya sebatas oleh Departemen Pertahanan AS, namun sejak 1986, internet mulai diadopsi untuk keperluan non militer dan mulai 1991 dibuka untuk kepentingan komersial. Secara khusus di Indonesia, menurut Internet World Stats, jumlah penggunanya semakin meningkat. Apabila pada tahun 2000 baru berjumlah 2 juta orang, pada tahun 2008 menjadi 25 juta orang. Dengan pengguna yang semakin banyak ini, secara teoritis militer yang merupakan “agent of change” mestinya mempunyai populasi pengguna internet yang paling tinggi pula. Dengan demikian mestinya di Seskoad, sebagai strata pendidikan yang tertinggi di TNI AD, internet sudah merupakan suatu kebutuhan dan setiap orang khususnya staf pengajar serta staf pelaksana pendidikan mestinya sudah menggunakannya.

Ada suatu pertanyaan besar yang mengganggu pikiran penulis, apakah internet sudah dapat dimanfaatkan secara baik untuk pendidikan di lingkungan Seskoad karena adanya satu hambatan yaitu budaya membaca yang penulis yakini masih sangat rendah di lingkungan TNI AD, tentunya termasuk di Seskoad. Mengapa? Karena internet sebagai teknologi telah melahirkan suatu budaya baru yang disebut sebagai Cybercultures yang mempersyaratkan empat hal yang berkaitan erat dengan kebiasaan membaca. Empat hal tersebut adalah membaca di layar komputer (screen-reading), mampu memahami gejala multisemiotis (banyak tanda), memiliki kemampuan berbahasa asing terutama bahasa Inggris, dan memiliki keberaksaraan digital (digital literacy). (P. Ari Subagyo, 2009). Dengan budaya baru tersebut maka pemanfaatan internet dalam bidang pendidikan tentunya akan memunculkan tantangan baru bagi Seskoad yang secara umum meliputi penyediaan sarana yang berorientasi cyber dan menciptakan kultur belajar sesuai tuntutan cybercultures.

Tulisan ini akan membahas mengenai konsekuensi pemanfaatan internet sebagai sarana untuk memajukan pendidikan dan konsep pemanfaatannya melalui e-Learning agar dapat mencapai sasaran khususnya di lingkungan Seskoad.

Budaya jagat maya (Cybercultures)

David Bell (2001) dalam bukunya An Introduction to Cybercultures mengatakan “Sitting here, at my computer, in cyber space.” Apa yang ditulis oleh Bell ini ternyata saat ini sudah menjadi bagian dari hidup kita dan sudah menjadi persoalan kita bersama. Ternyata Internet menghasilkan gaya hidup yang baru, menampilkan isu-isu baru, membuka peluang baru untuk berbisnis, peluang baru untuk belajar, dan bahkan menimbulkan kecemasan-kecemasan yang baru bagi banyak orang. Sebagai contoh, pornografi, perampasan atas privasi seseorang, penipuan, carding, bahkan adanya Facebook sempat menjadi polemik dan bahkan sudah menimbulkan wacana sebagai barang haram.

clip_image002 clip_image004 clip_image006 clip_image008

Seperti telah penulis singgung di bagian pendahuluan bahwa Internet mempersyaratkan suatu kebiasaan atau budaya yang berkaitan erat dengan membaca yaitu: Pertama, membaca di layar komputer (screen-reading). Apabila jaman dahulu orang membaca buku maka pasti ada buku (hard copy) berupa kertas yang ditulisi dan formatnya biasanya tertentu, namun di internet, buku tersaji di layar komputer tanpa kertas (paperless) dengan format yang bisa sama dan bisa berbeda dengan buku konvensional. Yang jelas perubahan ini menuntut sikap dan kebiasaan yang berbeda untuk dapat memanfaatkan internet ini dengan maksimal.

clip_image010

Kedua, mampu memahami gejala multisemiotis (banyak tanda), Dalam internet, teks tidak hanya berupa tulisan, tetapi juga tanda visual, seperti emoticons. Maka, internet menuntut kita juga harus mampu memahami tanda-tanda tersebut yaitu disebut sebagai synaesthesia, yakni kemampuan memahami aneka tanda untuk menangkap apa yang dinyatakan oleh teks dan bagimana teks itu menyatakannya.

clip_image012

Ketiga, memiliki kemampuan berbahasa asing. Banyak informasi di internet ditulis dalam bahasa asing, terutama dalam bahasa Inggris. Kenyataan ini kadang-kadang merupakan suatu hambatan bagi kita untuk memperoleh informasi (walaupun sudah banyak dikembangkan fasilitas penerjemah). Tetapi tidak dapat dimungkiri bahwa pemahaman bahasa asing (khususnya Inggris) menjadi suatu keharusan yang tidak bisa dihindari lagi, apalagi bila mencari informasi di Internet.

clip_image014

Keempat, memiliki keberaksaraan digital (digital literacy). Internet menuntut suatu keterampilan bagi pemakainya untuk mengoperasikan program komputer, membuka halaman-halaman internet (websites), membuka link internet, mencari informasi menggunakan sarana searh engine, serta bagaimana memilah pengetahuan atau informasi yang diperolehnya. Secara ringkas apabila di dunia pendidikan dapat dirumuskan dalam kemampuan dasar pengoperasian komputer (computer literacy), yang terdiri dari tiga bagian besar yaitu: pengetahuan dasar komputer, pengoperasian paket perangkat lunak (software), dan pengoperasian internet.

clip_image016

Jadi, jelas bahwa pemanfaatan internet dalam bidang pendidikan akan menuntut kebiasaan atau budaya yang baru seperti yang digambarkan dalam cybercultures yang sangat erat kaitannya dengan kegemaran membaca.

Budaya Membaca di lingkungan TNI

Dari pengamatan penulis yang tentunya bukan merupakan hasil suatu penelitian yang bersifat kuantitatif dapat disimpulkan bahwa minat baca di kalangan anggota TNI sangat rendah. Dari data yang ada di Perpustakaan TNI, yang merupakan perpustakaan besar dan dirancang secara modern menggunakan komputerisasi, ternyata kehadiran anggota TNI sangat rendah. Dari data buku tamu terlihat pengunjung perhari rata-rata adalah 2 sampai 7 orang. Hal ini mengisyaratkan bahwa minat baca di lingkungan TNI sangat rendah.

Secara tersirat pun tampak dari pernyataan-pernyataan pejabat kita yang dapat dilihat dari berita-berita berikut ini. “Pameran itu dimaksudkan sebagai salah satu bentuk persembahan Angkatan Udara untuk menjawab tantangan atas menurunnya kebiasaan membaca dan menulis akhir-akhir ini. Sebaliknya semakin maraknya program-program hiburan melalui tayangan televisi telah menyita sebagian besar waktu serta minat baca dan tulis pemirsanya, kata Kadispenau” (http://www.pelita.or.id/baca.php?id=26781). “Sebagaimana kita semua menyadari, bahwa budaya membaca masih belum merupakan suatu hal yang menjadi "kebutuhan" bagi bangsa kita pada umumnya dan prajurit TNI pada khususnya. Melalui perpustakaan yang dikelola dengan manajemen modern yang baik, diharapkan dapat meningkatkan minat "membaca" yang sangat bermanfaat dalam pengembangan diri, melalui wawasan dan akses informasi”
(http://www.tni.mil.id/news.php?q=dtl&id=3). Dalam rangka memperingati Hari Dharma Samudera tahun 2009, Dinas Penerangan TNI AL (Dispenal) telah menyelenggarakan kegiatan Lomba Karya Tulis (LKT). LKT bertujuan untuk meningkatkan minat membaca dan menulis di kalangan Keluarga Besar TNI Angkatan Laut dan masyarakat umum.( http://www.tni.mil.id/news.php?id=113012006120882&q=dtl).

Dari pengamatan dan berita di atas dapat disimpulkan bahwa minat membaca di kalangan anggota TNI adalah rendah, dengan demikian kemungkinan besar di Seskoad pun minat membaca ini juga rendah.

Pemanfaatan Internet di Seskoad

Secara umum dapat dikatakan bahwa internet sangat bermanfaat dalam menunjang dan mendukung penyelenggaraan pendidikan yang modern. Aplikasi dalam bidang pendidikan yang umum dilaksanakan adalah menggunakan aplikasi e-Learning. Dengan menggunakan aplikasi ini maka pendidikan dapat dilaksanakan dengan lebih mudah dan lebih baik karena kendala ruang dan waktu menjadi tidak masalah lagi.

Di Seskoad pun infrastruktur internet sudah dibangun sejak beberapa tahun yang lalu dan sudah beroperasi, bahkan jaringan wireless pun sudah ada. Namun pemanfaatannya belum banyak, baru sekedar sebagai  sarana “memperkenalkan internet” kepada para anggotanya dan para siswanya. Secara konseptual pembangunan e-Learning di Seskoad sejauh pengetahuan penulis belum ada, karena untuk mampu membangun e-Learning mempersyaratkan adanya tenaga ahli di bidang pendidikan (di Seskoad pasti ada), database mengenai kajian strategis dari level strategis sampai dengan taktis (mestinya di Seskoad ada, namun penulis agak ragu), kemampuan pembangunan pengetahuan (knowledge building) dan pengelolaan pengetahuan (knowledge management). Dua kemampuan yang disebut terakhir ini rasanya belum dimiliki oleh Seskoad. Memang untuk dapat membangun pengetahuan dan mengelolanya memerlukan kemampuan khusus dan syaratnya mutlak didukung oleh minat membaca yang sangat tinggi. Dari fakta yang penulis kemukakan di atas, tampaknya karena kemungkinan minat membaca yang rendah di lingkungan Seskoad, rasanya untuk membangun e-Learning menjadi sesuatu yang agak berat, sebab memerlukan keahlian dalam mengelola pengetahuan. Kesimpulan sementara penulis ini ternyata didukung pula oleh pernyataan seorang penulis yang mengatakan: “...pudarnya etos membaca sebenarnya mengisyaratkan bencana (besar), yakni runtuhnya pengelolaan pengetahuan (knowledge management) dan pembangunan pengetahuan (knowledge building) masyarakat Indonesia. Padahal, dalam masyarakat dengan budaya dan etos membaca tinggi, internet justru mendukung pengelolaan dan pembangunan pengetahuan” (P. Ari Subagyo, Kompas 30 Mei 2009)

Bagaimana Sebaiknya Pemanfaatan Internet di Seskoad

Ada pertanyaan skeptis yang banyak ditanyakan oleh pejabat di lingkungan TNI yang cukup sulit dijawab, yaitu, apakah dengan internet bisa menjamin pendidikan lebih baik dan maju? Sementara dahulu Shakespeare bisa menulis dengan hebat, Verdi bisa menulis lagu dengan hebat, Jengis Khan juga jadi panglima hebat, dan Eisenhower juga menjadi jenderal hebat dan mereka semua tidak memerlukan internet. Memang, internet bukan merupakan satu-satunya sarana untuk memajukan pendidikan namun dengan memberikan akses internet setidaknya akses terhadap informasi yang mutakhir dari seluruh dunia akan dapat dilakukan dengan cepat dan yang pasti mempercepat penyelesaian tugas dengan lebih baik dan akurat, disamping mampu menghilangkan hambatan ruang dan waktu yang merupakan hal yang paling berharga bagi para gumil dan serdiknya.

Seperti penulis sebutkan pada awal tulisan ini, pemanfaatan internet mensyaratkan keberaksaraan digital (digital literacy) yang dalam dunia pendidikan secara umum dikenal sebagai literasi komputer (computer literacy). Dengan demikian, agar pemanfaatan internet di Seskoad dapat mencapai tujuan dengan baik untuk menuju pada aplikasi e-Learning yang harus diupayakan adalah: Pertama, para anggotanya setidaknya mempunyai kemampuan literasi komputer. (Untuk Literasi Komputer akan dibahas tersendiri dalam satu tulisan). Dengan anggotanya sudah memiliki kemampuan literasi komputer, maka pemanfaatan internet ini akan menjadi lebih baik, secara khusus hambatan mengoperasikan sudah tidak menjadi masalah lagi. Sehingga yang harus dilakukan oleh Seskoad adalah melakukan pembekalan mengenai literasi komputer kepada anggotanya maupun kepada para siswanya. Dengan demikian maka paling tidak, Seskoad seyogyanya memasukkan literasi komputer dalam kurikulumnya. (Memang selama ini Seskoad mempersyaratkan kepada pasisnya harus sudah mempunyai kemampuan komputer, namun apa yang menjadi ukuran kemampuan itu sampai sekarang juga tidak jelas. Bahkan di lingkungan TNI AD pun belum pernah ada tes literasi komputer, bahkan kalau ditanyakan ke bagian Infolahta pun jangan-jangan tidak tahu apa itu literasi komputer).

Berikutnya, pemanfaatan internet di Seskoad dapat digunakan untuk mendukung pembentukan pengetahuan (knowledge building) dan ini mempersyaratkan pengetahuan kemampuan di bidang strategi (yang pasti di Seskoad juga tidak banyak personelnya). Setelah itu, internet dapat digunakan sebagai penyusun “bank pengetahuan” (knowledge repository), yang untuk menyusunnya memerlukan pengetahuan yang cukup dalam bidang pengelolan pengetahuan (knowledge management) (di Seskoad penulis belum mengetahui apakah ada ahlinya atau tidak). Setelah kondisi itu terpenuhi, maka Seskoad siap untuk menyusun e-Learning yang benar yang bukan hanya sekedar menempelkan hanjar digital saja, tetapi benar-benar mengikuti manajemen pendidikan yang sesuai dengan proses bisnis yang selama ini berjalan di Seskoad.

Demikianlah saran pemanfaatan internet untuk dapat digunakan di lingkungan Seskoad khususnya untuk mendukung pendidikan dengn konsep e-Learning.

Semoga Bermanfaat

Budiman S. Pratomo

Pusinfolahta TNI

budiman@dephan.go.id

Baca selengkapnya . . .

23 Juni 2009

Kajian Kepemimpinan Satuan

     Beberapa hari lalu perwira siswa menerima Lembar Tugas Kepemimpinan satuan. Dalam persoalan Pasis diberikan sebuah ilustrasi cerita fiksi yang menggambarkan satuan yang bertempur dengan panik dan satuan yang bertempur dengan berani. Namun sekalipun bersifat fiksi, apa yang digambarkan dalam cerita tersebut diambil dari kejadian-kejadian pertempuran yang sungguh-sungguh terjadi. Inti dari persoalan ini, Pasis mendapat tugas untuk mencari tahu mengapa Kompi B bertempur dengan panik kemudian lari  meninggalkan daerah pertahanan dan mengapa Kompi C bertempur dengan berani serta berhasil mengusir musuh.

    Pasis yang bertindak sebagai Kolonel Andaru seolah-olah turun langsung kelapangan untuk mencari tahu apa yang terjadi dan membuat kajian sebagai lampiran laporan kepada Panglima Divisi.

    Titik penting dalam ilustrasi cerita tersebut adalah dimensi manusia dalam peperangan yang tidak pernah berubah sejak awal timbulnya perang, yaitu: kepercayaan/keyakinan, moral, keberanian, keinginan bertempur dan kepemimpinan. Fokuskan kajian pada pertanyaan berikut:

  • Bagaimana para pemimpin melaksanakan tanggung-jawab menyelesaikan tugas sambil memperhatikan prajuritnya?
  • Bagaimana pemimpin Kompi B dan Kompi C mempengaruhi keberanian dan keinginan bertempur prajuritnya?
  • Kepemimpinan apa yang menyebabkan kepanikan?
  • Kepemimpinan apa yang menyebabkan keberhasilan serangan?

    Pada bab “Data dan Fakta”, tuangkan fakta- fakta yang didapatkan ketika mengunjungi Kompi B baik melalui pengamatan/observasi maupun wawancara dengan Komandan Kompi B dan prajurit Kompi B, demikian juga saat mengunjungi Kompi C. Apa yang ditunjukkan oleh fakta-fakta tersebut berkaitan dengan dimensi manusia dalam peperangan.

     Pada bab “Analisa” lakukan pendalaman terhadap fakta-fakta yang didapat, lihat apakah ada interaksi antara fakta satu dengan lainnya, temukan apa sebenarnya yang terjadi dan apa penyebabnya. Contoh: Satu fakta mengatakan bahwa Kompi B mengalami kepanikan pada saat bertempur.  Kepanikan prajurit Kompi B mulai terjadi ketika mendengar Kompi ditempatkan pada posisi pertahanan yang paling berbahaya dan ada desas desus hal itu disengaja karena buruknya hubungan Danki dengan Kasiops. Temukan secara akademis apa pengertian panik, apa penyebab panik dan apa pengaruh panik, korelasikan dengan situasi yang dihadapi Kompi B dengan memberikan fakta-fakta untuk mendukung pernyataan akademis tersebut ( proses pendefinisian ). Selanjutnya temukan secara akademis apa penyebab panik, korelasikan dengan obyek analisa dengan memberikan fakta-fakta yang mendukung.

     Memang sulit untuk pasis memberikan jawaban secara ideal atas seluruh obyek yang sedang dikaji, namun minimal ada 2 atau 3 point yang dapat dilakukan secara ideal ( ketua sindikat bisa menentukan fokus yang harus dibahas secara mendalam bagi kelompok, selanjutnya pada diskusi sindikat dapat dirangkum mendekati jawaban yang mendekati ideal ).

     Mengapa Pasis harus melakukan proses berpikir semacam itu ? Karena sesungguhnya domain terbesar proses penyerapan pengetahuan ( kognisi ) Pasis Seskoad adalah pada tingkat analisis ( menurut Michael Bloom terdapat 6 tingkatan kognitif pada manusia, yaitu: mengetahui – memahami – aplikasi – analisa – sintesa –evaluasi ).

     Demikian sekedar arahan dalam mengerjakan persoalan kepemimpinan satuan, semoga bermanfaat.

Baca selengkapnya . . .

19 Juni 2009

American Generalship (resensi buku)

     Di bidang militer kepemimpinan merupakan satu faktor yang sangat penting untuk mencapai suatu tujuan. Mengenai kepemimpinan ini banyak buku yang mengulasnya. Dari banyak buku tersebut biasanya ada satu kesimpulan secara umum yaitu berkaitan dengan keahlian dalam bidangnya, keteladanan, kemampuan komunikasi, kemampuan mengelola (manajemen), dan kemampuan memberikan perhatian kepada manusia lain. Bahkan John C. Maxwell dalam bukunya “The Right to Lead” secara tegas dan lugas mengatakan: “Hak untuk memimpin bukanlah diraih lewat pemilihan atau penunjukan. Mempunyai posisi, nama jabatan, pangkat atau gelar tidaklah membuat siapapun memenuhi syarat untuk memimpin sesamanya. Kepemimpinan adalah pengaruh, tidak kurang, tidak lebih.”

     Dalam bidang militer untuk dapat mempunyai pengaruh dan agar dikenang oleh anak buah sebagai seorang pemimpin yang baik memerlukan beberapa persyaratan yang harus dipenuhi. Berikut ini ada satu buku mengenai kepemimpinan yang ditulis oleh Dr Edgar F. Puryear sebagai hasil dari wawancara dari kurun waktu PD II sampai tahun 1999 terhadap ratusan jenderal bintang empat atau lima dari AD, AU, AL, dan Marinir Amerika Serikat. Judul buku tersebut adalah AMERICAN GENERALSHIP. Character is Everything: The Art of Command. Selamat membaca. Semoga bermanfaat.

clip_image002

     Buku ini akan menambah pengetahuan dan pengertian kita tentang kepemimpinan, yang berisi contoh sifat-sifat yang sudah teruji dari pemimpin-pemimpin militer Amerika yang diwawancarai oleh penulisnya Dr Edgar F. Puryear dari kurun waktu PD II sampai tahun 1999. (Lebih dari seratus jenderal bintang empat dari AD, AU, AL, dan Marinir dia temui, juga para perwira yang pernah berada di bawah komando mereka guna memperoleh jawaban, apa kunci sukses mereka). Puryear mengkaji beberapa orang jenderal bintang lima antara lain George Marshall, Douglas MacArthur, Dwight Eisenhower, George Patton sampai dengan Norman Schwarzkopf. Dari wawancara ini dirumuskan prinsip-prinsip kepemimpinan yang konsisten dengan nilai-nilai yang dianut oleh angkatan darat Amerika seperti yang dirumuskan dalam FM 22-100. Prinsip-prinsip tersebut antara lain adalah pengetahuan profesional, kemampuan mengambil keputusan, rasa kemanusiaan, keberanian, perhatian, pendelegasian wewenang, loyalitas, pengorbanan diri dan berkarakter. Dari beberapa prinsip tersebut yang terpenting adalah berkarakter. “There are many qualities that combine to make a leader successful. Among the most important are professional knowledge, decision, humanity, equity, courage, consideration, delegation, loyalty, selflessness, and character... . it is clear that there is absolutely nothing as important in successful leadership as character”

     Buku ini terdiri dari 11 bab membahas tentang tentang detail karakteristik yang menentukan keberhasilan seorang pemimpin mulai pengorbanan diri (selflessness), pengambilan keputusan, perlunya “indera keenam” dalam mengambil keputusan, tidak menjadi “yes man”, perlunya membaca buku sebagai upaya menambah pengetahuan profesionalnya, perlunya mentorship untuk menunjang keberhasilannya, pertimbangan-pertimbangan, pendelegasian wewenang, memecahkan persoalan, dan yang lain-lain yang berkaitan dengan kepemimpinan. Disamping menguraikan mengenai kualitas yang mendukung kepemimpinan buku ini juga mendiskusikan contoh-contoh reflektif dalam kehidupan sehari-hari para pemimpin tersebut.

     Dalam bab pertama dibicarakan mengenai kualitas pengorbanan diri seorang pemimpin. Mengenai pengorbanan diri ini contoh yang sangat dominan adalah Washington yang mengorbankan diri demi Amerika yang demokratis seperti sekarang ini. Apabila dia mau maka dia akan dimahkotai, hidup enak, terkenal, namun dia menolaknya karena demi kepentingan yang lebih besar. Dalam hal pengorbanan diri ini kehidupan militer merupakan contoh yang baik bagi timbulnya karakteristik ini karena tugasnya yang biasanya berkaitan dengan situasi sulit baik bagi dirinya maupun bagi keluarganya. “In many respects, the entire military is selfless, as are their families. They put up with low pay, slow promotions, frequent moves, long family separations, and period of inadequate funding for training and supply resources; sometimes they have to put up with bureucratic stupidity and self seeking politicians, often suffering a lack of recognition and appreciation, indeed sometimes the hostility of the population. On occasion, their families have tolerate poor medical care ...”. Dalam hal pengorbanan diri, ternyata hal ini merupakan sesuatu yang sulit karena semakin lama bekerja di militer dan semakin tinggi pangkatnya semakin banyak keistimewaan yang diperoleh dan posisi menjadi mapan. Dalam kondisi mapan ini biasanya para pemimpin menjadi sulit berubah atau cenderung tidak mau berubah. Seperti kata Jenderal Spaatz “ the older you are in your profession, the more you resist change”. Jadi jenderal yang baik seharusnya sangat menonjol sifat pengorbanan dirinya, sehingga mengutamakan kepentingan yang lebih besar khususnya kepentingan negaranya.

     Dalam bab kedua dibicarakan mengenai pengambilan keputusan sebagai intisari dari kepemimpinan. Demikian pentingnya pengambilan keputusan itu, maka timbul suatu rumusan yaitu keputusan yang buruk lebih baik dari pada tidak mengambil keputusan sama sekali (a bad decision is better than no decision). Memang tidak ada rumusan yang pasti mengenai bagaimana mengambil keputusan. Yang jelas pengambilan keputusan itu harus dilandasi dengan informasi atau pengetahuan yang cukup mengenai suatu hal. Oleh karena itu jenderal Marshall mempersyaratkan stafnya untuk membuat paper yang walaupun bagaimana kompleksnya persoalan hanya dalam maksimum dua lembar kertas. Formatnya adalah, pernyataan masalah, faktor-faktor yang berpengaruh (pro, kontra), diskusi, kesimpulan dan terakhir yang terpenting adalah cara bertindak yang harus diambil. Atau seperti yang ditanyakan kepada jenderal Schwarzkopf tentang bagaimana metodologi pengambilan keputusan yang dijawab dengan singkat, yang pertama ketahui tugas pokok, kemudian analisis tugas pokok, dan perintahkan staf kembangkan tiga cara bertindak dengan berbagai kerugian dan keuntungannya dan giliran saya untuk mengambil keputusan. Namun ketika ditanyakan kepada Eisenhower tentang bagaimana cara mengambil keputusan, dijawab dengan singkat: “ beradalah di sekitar para pengambil keputusan dan buku “ (Be arround people making decisions and books).

     Dalam bab ketiga dibicarakan mengenai peranan “perasaan” dan “indera keenam” dalam proses pengambilan keputusan. Walaupun banyak ahli tidak menyetujuinya, namun dari berbagai wawancara dengan para jenderal ternyata “perasaan” dan “indera keenam” harus dimiliki dalam memimpin anak buahnya. Suatu contoh, Eisenhower selalu berinteraksi dengan anak buahnya (seperti yang pernah dilakukan oleh jenderal M. Yusuf) dengan pertanyaan-pertanyaan sederhana yang sangat dimengerti oleh prajuritnya untuk menyukseskan tugasnya. Pernah suatu ketika, dia mengunjungi medan pertempuran dan dia melihat anggota yang termenung di pinggir sungai. Dia bertanya, ada apa nak (how are you feeling, son?). Angota tersebut menjawab, saya sangat cemas, saya baru saja terluka dan baru sembuh, saya merasa tidak nyaman. Eisenhower menjawab, “kalau begitu kita adalah pasangan yang tepat, karena saya cemas juga. Tetapi kami sudah rencanakan serangan ini masak-masak dan sudah lama, kita punya pesawat, punya senjata, punya pasukan lintas udara yang pasti akan menghancurkan Jerman. Kalau begitu, kita jalan-jalan bersama menyusuri sungai ini”. Atau ketika di rumah sakit, seorang tamtama yang sedang antri untuk menerima donor darah berkata, (ketika Eisenhower lewat), mungkin kita bisa dapat darahnya dan kita akan jadi jenderal karenanya. Mendengar hal tersebut, Eisenhower berkata “mudah-mudahan saja engkau tidak mewarisi sifat-sifat burukku”.Dan itulah yang dilakukan Eisenhower yaitu mengunjungi rumah sakit berbincang-bincang dengan yang luka, menyebut namanya dan melakukan tindakan-tindakan lain yang manusiawi. Mengenai “perasaan” dan “indra keenam”, Norman Schwarzkof menyatakan belajar dari Kolonel Ngo Quang Truong yang posturnya digambarkan sebagai “tidak tampak” atau “tidak menunjukkan” seorang tentara tetapi sangat ditakuti oleh para komandan Vietnam Utara. Hal ini disebabkan oleh kemampuannya yang luar biasa dalam menghancurkan lawan dengan tepat dan jarang meleset. Ternyata dia adalah seorang jenius yang mengadopsi taktiknya Hannibal yang digunakan pada tahun 217 SM. Disamping hal-hal yang dilakukan oleh beberapa jenderal tadi, penampilan yang mencirikan seseorang juga menentukan dalam kepemimpinannya. Sebagai contoh Eisenhower selalu menggunakan topi dan jaket yang dikenal dengan “jaket Ike” yang akhirnya dijadikan seragam tentara Amerika. (seperti yang dilakukan jenderal Wismoyo Arismunandar dengan seragam yang sebenarnya tidak sesuai Gamad, dengan kaos hitam dan lengan sempit di ujung yang menjadi ciri pada saat itu)

     Dalam bab keempat dibicarakan mengenai karakteristik tidak menjadi “yes man” atau “pak turut” yang menjadi ciri khas kepemimpinan para jenderal. Seorang pemimpin militer seharusnya mempunyai sifat menerima tentangan dari anak buahnya maupun teman sejawatnya walaupun itu menyakitkan dan sangat mengecewakan. Jadi sebagai pemimpin militer yang baik sebaiknya mempunyai staf atau anak buah dengan karakteristik yang mampu memberikan saran yang benar dan tidak harus menyenangkan hatinya. Sebagai contoh, Norman Schwarzkof karena keahlian dan pengalamannya pernah membantah perintah seorang Brigjen Zeni yang tidak punya kemampuan dalam bidang operasi. Sebagai akibatnya Danbrignya Kolonel Joe Clemons karena bertanggung jawab atas tindakan Norman Schwarzkof berhenti karirnya dan seperti kita ketahui Schwarzkof karirnya terselamatkan menjadi Jenderal, karena Danbrignya menyadari bahwa apa yang disampaikan anak buahnya itu benar walaupun itu bertentangan dengan pendapat atasannya.

     Seperti disampaikan di bab sebelumnya, Eisenhower ketika ditanya tentang bagaimana cara mengambil keputusan, dijawab dengan singkat beradalah di sekitar para pengambil keputusan dan buku (Be arround people making decisions and books). Maksudnya adalah membaca itu merupakan sesuatu yang penting yang akan membantu membentuk seseorang menjadi pemimpin. Jenderal Paton juga berpendapat yang sama, untuk menjadi tentara yang sukses harus tahu mengenai sejarah yang pasti diketahui dari membaca. Bahkan jenderal David C. Jones yang melayani presiden Nixon, Ford, Carter, dan Reagan yang pendidikan formalnya “rendah” namun bisa menjadi sukses karena membaca buku. Namun membaca saja tidaklah cukup untuk menjadikan seorang pemimpin yang berhasil. Contohnya adalah George McClellan. Ia adalah lulusan terbaik kedua Akademi Militer AS tahun 1846, seorang perwira Zeni. Berdasarkan prestasi akademisnya, dia ditunjuk menjadi dosen di West Point. Sebagai pengajar, kariernya melesat sehingga ia ditugaskan ke Eropa untuk mengkaji sistem pertahanan setempat bahkan sempat mengunjungi Waterloo. Kembali ke negaranya, dia membawa lebih dari 200 buku dan pengamatannya selama tugas dia tuangkan dalam sebuah laporan yang bagus, kritis, dan sangat mengagumkan. Dengan tulisannya, dia berhasil memesona pucuk pimpinan militer sekaligus meraih predikat pakar ilmu perang serta dicalonkan untuk menjabat posisi panglima. Tidak lama setelah itu, Amerika Serikat dilanda perang saudara. Semua orang menyambut gembira ketika Presiden Abraham Lincoln mengangkat McClellan menjadi mayor jenderal sambil menetapkannya sebagai panglima pertahanan ibu kota. Namun prestasinya di lapangan sangat mengecewakan. Pasukan Konfederasi berhasil menjebol pertahanannya dan membakar Gedung Putih yang saat itu sedang dibangun. Kegagalan McClellan memicu pertanyaan, bagaimana mungkin sosok yang begitu pintar, penampilan meyakinkan, pemikiran cemerlang, pada uji pertama sudah harus gagal. Kasus ini membuktikan, kemampuan mendalami ilmu perang tidak otomatis menjamin keberhasilan sebagai panglima dan komandan di lapangan. Jadi membaca saja untuk menjadi pintar tidak cukup tetapi harus juga diimbangi dengan karakter yang kuat untuk menjadi seorang pemimpin yang berhasil.

     Dalam bab enam ditekankan pentingnya mentoring dalam mencetak pemimpin-pemimpin yang baru. Seperti yang disampaikan oleh Eisenhower untuk menjadi seorang pemimpin harus berada di sekitar pemimpin. Bahkan Jenderal W.L. Creech menyampaikan bahwa tugas utama dari seorang pemimpin adalah mencetak pemimpin yang baru. Mentorship berbeda dengan sponsorship. Mentorship ini lebih mengarah pada meritokrasi yang berbasiskan pada kemampuan. Mentorship lebih menekankan aspek memberikan petunjuk, bimbingan, konsultasi, nasehat serta pengajaran, termasuk kerelaan sang mentor untuk “membuka pintu” bagi yang dibimbing. Eisenhower menjadi jenderal juga tidak terlepas dari peran mentornya jenderal Gerow, yang mengangkatnya. Disamping itu ada juga peran temannya yaitu, Mark Clark yang ketika ditanya jenderal Marshall tentang siapa orang yang tepat untuk menduduki jabatan Kepala Divisi Operasi, berikan kepadaku sepuluh nama. Clark menjawab, “hanya ada satu nama dalam daftar itu, kalaupun harus membuatnya sepuluh, saya akan cantumkan nama yang sama untuk yang sembilan di bawahnya”, yaitu Ike Eisenhower. Mentor tidak harus selalu menyangkut pangkat yang lebih tinggi atau teman seangkatan. Sebagai contoh, kasus jenderal Shalikashvili adalah seorang sersan yaitu sersan Grice. Shalikashvili pada saat awal meniti karirnya tidak berpikir bagaimana menjadi kapten atau mayor atau pangkat yang lebih tinggi, tetapi dia hanya ingin menjadi letnan dua yang terbaik, dan sersan Grice benar-benar membimbing, mempersiapkan, dan mementori Shalikashvili menjadi letnan dua yang terbaik. Mentoring ini harus dihargai sebagai suatu pekerjaan yang berat, memerlukan waktu yang lama dan memerlukan pengorbanan pribadi yang sangat besar dalam rangka menyiapkan seorang pemimpin.

     Dalam bab tujuh dibicarakan mengenai perhatian terhadap anak buah. Dalam posisi sebagai komandan, anak buah hanya menginginkan komandan memperhatikannya. Ada satu pertanyaan (diajukan ke lebih dari seratus orang jenderal berbintang empat) mengapa para prajurit itu rela bertempur dan bekerja 24 jam sehari?. Jawabannya adalah yang pertama memberi contoh bagaimana berkorban demi negara dan yang kedua harus memberikan perhatian kepada anak buah. Dengan demikian maka komandan mampu membakar semangat anak buahnya untuk setia dan bersedia mengikuti perintahnya. Jenderal Brown yang memperhatikan anak buahnya sampai hal-hal yang kecil dan mereka diperlakukan sama baik non perwira maupun perwiranya. Sebagai contoh, Brown merubah aturan buka mess pukul 06.00 sampai 08.00 yang memberatkan para tamtamanya menjadi pukul 08.00 sampai 11.00 seperti perwiranya. Masih banyak contoh yang diberikan dalam bab ini seperti yang dilakukan oleh Norman Schwarzkof yang memberikan libur kepada brigadenya yang tegang karena latihan sebelum pelantikan dirinya menjadi Brigjen.

     Dalam bab delapan dibicarakan mengenai pendelegasian wewenang. Seperti kata Jenderal Marshall, “apabila anak buah tidak melakukan pekerjaannya untukmu, kamu tidak mengorganisasikannya dengan baik”. Pendelegasian wewenang ini sangat penting dlam bidang militer untuk menyelesaikan tugas pokok. Salah satu kuncinya adalah memilih orang dengan kemampuan yang baik, mendelegasikan wewenang itu, dan memberikan petunjuk yang sifatnya umum untuk menyelesaikan suatu tugas. Pendelegasian wewenang ini juga sebagai salah satu bentuk pengkaderan kepada anak buah, karena sebagai sosok pemimpin akan berusaha memberi arah kepada pemimpin-pemimpin yang masih muda. Berbicara mengenai kaitan antara pendelegasian wewenang dan keberhasilan pencapaian tugas pokok, Norman Schwarzkof berbagi mengenai pengalamannya ketika bertugas di Vietnam. “Alasan mengapa sulit menjadi komandan batalyon di Vietnam adalah karena sedikitnya orang yang bisa saya limpahi wewenang karena mereka baru saja belajar. Eisenhower menyatakan “ apabila kamu mendelegasikan sesuatu kepada bawahanmu, mutlak tanggung jawabmu dan harus diberitahukan kepadanya. Kamu sebagai pemimpin harus mengambil tanggung jawab sepenuhnya terhadap apa yang dilakukan oleh bawahanmu”.

     Dalam bab sembilan dibicarakan mengenai selesaikan masalahnya dan jangan menyalahkan orang lain. Eisenhower mengatakan bahwa esensi dari kepemimpinan adalah mengambil alih tanggung jawab ketika anak buah bersalah atau gagal dan memberinya penghargaan ketika anak buah berhasil. Hal ini sangat relevan karena dalam banyak kasus sering dipertanyakan oleh para anggota di lapangan “mengapa para petinggi bisa terbebas dari kesalahan atau tanggung jawab sementara yang pangkatnya rendah cenderung disalahkan dan terkena jerat hukum”. Berani mengambil alih tanggung jawab terhadap yang dilakukan oleh bawahannya ini menjadi keharusan bagi pimpinan. Dan seharusnya pimpinan mengatakan bahwa kesalahan itu sampai disini saja atau seperti kata presiden Truman “The buck stops here”. Norman Schwarzkof melaksanakan hal ini ketika Letnan Jenderal Cal Waller salah dalam memberikan keterangan pers sehingga menyudutkan posisi presiden dalam masalah Irak. Schwarzkof mengatakan, saya lah yang bersalah karena menempatkan orang masih belum berpengalaman di lapangan untuk memberikan keterangan pers.

     Dalam bab sepuluh, berbicara mengenai gambaran karakter yang terbentuk dalam kaitannya dengan pengalaman dan kehidupan para pemimpin tersebut. Hal ini berkaitan dengan upaya pencapaian untuk mencapai pangkat yang tertinggi yang digambarkan dengan cukup menarik, baik persaingan bagaimana mencapai kedudukan tersebut sampai kesulitan dan penderitaan yang dialaminya selama perjalanan karirnya. Dari pengalaman para pemimpin tersebut, tantangan pembentukan karakter itu lebih berat pada masa damai dibandingkan pada masa perang. Para pemimpin tersebut rata-rata adalah orang-orang yang sangat berdedikasi waalaupun mereka juga manusia biasa. Tantangan paling utama pada masa damai adalah godaan untuk meninggalkan kemiliteran karena peluang yang sangat terbuka dan lebih menjanjikan di lingkungan bisnis, sementara pengembangan karir di militer kurang jelas. Sebagai contoh Marshall pada umur 35 tahun masih berpangkat Letnan Satu berarti empat belas tahun setelah tamat dari akademi. Pangkatnya menanjak ketika menunjukkan unjuk kerjanya pada perang dunia pertama. Pada saat itu Marshall ditawari gaji $ 20.000 apabila mau keluar dari tentara dan bekerja untuk JP Morgan. Padahal Marshall tahu pasti sebentar lagi akan kehilangan pangkat Kolonel karena diturunkan menjadi Mayor ketika masa damai dan gajinya hanya $ 3.000, namun demikian dia tetap bertahan di militer. Lain lagi pengalaman McArthur, dia tidak menikah sampai usia 42 dan isterinya adalah seorang janda kaya. Namun isterinya mempengaruhinya bahwa lebih baik meninggalkan tentara saja karena sayang dengan kepintaran seperti itu tetap bekerja di tentara. Akhirnya McArthur memilih bercerai dari isterinya. Pengalaman tidak naik pangkat juga dialami oleh Jenderal Lawton Collins yang tetap menjadi Letnan selama 17 tahun, sama seperti yang dialami oleh Nathan F. Twining. Lain lagi pengalaman Norman Schwarzkof yang terus mau bertahan di militer karena keprihatinannya ketika masa Letnan menghadapi para senior yang tidak kompeten sama sekali. “Hanya ada dua pilihan yaitu keluar dari tentara atau tetap bertahan. Kalau tetap bertahan suatu saat kelak kalau pangkatnya lebih tinggi bisa memperbaiki kondisi tersebut. Kalau meninggalkan tentara maka akan diisi oleh orang yang tidak kompeten. Saya tidak ingin yang tidak kompeten itu menang”. (“There are two ways to approach it.Number one is to get out; number two is to stick arround. Someday, when you have more rank, fix the problem. But don’t forget, if you get out, the bad guys will win. I didn’t want the bad guys to win”). Karir di bidang militer bukan merupakan pekerjaan dengan bayaran yang tinggi atau nyaman dan mudah. Sesungguhnya merupakan pekerjaan yang berbahaya. Apa yang menjadi motivasi banyak orang untuk bertahan? Yang terutama adalah cintanya pada Tuhan dan Negara.

     Dalam bab terakhir dibicarakan mengenai hasil dari wawancara tersebut dapat dirumuskan dalam pola-pola secara umum yang menentukan keberhasilan seseorang menjadi pemimpin. Memang sangat banyak karakteristik yang membuat seseorang itu menjadi pemimpin. Karakteristik tersebut antara lain adalah pengetahuan profesional, kemampuan mengambil keputusan, rasa kemanusiaan, keberanian, perhatian, pendelegasian wewenang, loyalitas, pengorbanan diri dan berkarakter. Namun dari semua itu rasanya belum cukup karena kepemimpinan ini juga merupakan suatu seni. Jenderal Eisenhower misalnya melukiskan dengan kata “born to command” yaitu memang ada potensi pada sejumlah orang untuk bisa jadi panglima, sebagaimana potensi seseorang untuk jadi seniman terkenal, tetapi langkah ke sana tidak akan mungkin tanpa mengikuti latihan berikut terbukanya peluang untuk mengekspresikan talentanya. Jenderal Omar Bradley menilai, sebagian panglima memang punya bekal ciri lahir; semisal raut tubuh, kecerdasan, keseimbangan jiwa, berikut tingginya sikap ingin tahu. ”… namun demikian, semuanya memerlukan latihan, pengalaman, sekaligus jam terbang. Maka, keberhasilan memenuhi tuntutan profesi merupakan syarat mutlak suksesnya kepemimpinan.”. Dari sisi lain, perlu kualitas tertentu untuk bisa menjadi komandan atau panglima seperti yang disebutkan di atas, namun yang terpenting adalah berkarakter seperti kata Jenderal Lucian Truscott. Jenderal Carl Spaatz, Panglima Udara AS dalam Perang Dunia II, mengatakan, ”Seorang panglima tidak boleh peragu. Harus tanggap situasi dan berani mengambil keputusan. Ragu- ragu merupakan ciri utama lemahnya karakter pribadi”

Budiman S. Pratomo

Kasubbag Puspeng, Pusinfolahta TNI

Baca selengkapnya . . .

18 Juni 2009

Teknologi Informasi dan Strategi Militer

( Letkol Czi. Budiman SP dan Letkol Czi. Heri M. Siagian )

“To win one hundred victories in one hundred battles is not the acme of skill. To subdue an enemy without fighting is the acme of skill.” [Sun Tzu]

    Umat manusia telah mencapai kemajuan sangat pesat dalam separuh abad ini dibandingkan semua tahapan dalam sejarah manusia. Salah satu alasan adalah kemajuan pesat dalam bidang komputer, yang merupakan salah satu hal penting dalam teknologi informasi. Saat ini teknologi informasi sudah menyentuh setiap aspek kehidupan manusia. Teknologi informasi tidak hanya dipakai di bidang industri ataupun ekonomi, tetapi juga di bidang militer dengan implikasi yang sangat luas pada implementasinya terutama dalam perumusan strategi.

    Kemajuan pesat teknologi informasi secara khusus diimplementasikan dalam konsep yang disebut Perang Informasi (Information Warfare), yang menjadi landasan penting bagi pengembangan doktrin militer di masa datang. Dengan demikian teknologi informasi akan sangat berpengaruh terhadap perubahan strategi militer. Hal ini bisa dilihat dari dua sisi. Pertama, dari sisi komandan, Teknologi Informasi dapat membantu menyediakan informasi potensial lebih cepat dan banyak melalui rantai komando dan pengendalian untuk mempercepat pengambilan keputusan. Kedua, dari sisi kemampuan pasukan, Teknologi Informasi memungkinkan pasukan mendapat informasi pada waktu dan tempat yang tepat, sehingga akan mengurangi apa yang oleh Clausewitz disebut "kabut perang", dan juga membuat pasukan menjadi lebih fleksibel.

    Implementasi dari teknologi informasi secara umum adalah berupa konsep Revolution in Military Affairs (RMA). RMA membahas konsep lingkup perang di masa yang akan datang, yaitu precision strike, dominating maneuver, space warfare, dan information warfare.

Pengertian

    Teknologi Informasi (TI) dapat didefinisikan sebagai teknologi yang mempunyai kemampuan sedemikian rupa untuk menangkap (capture), menyimpan (store), mengolah (process), mengambil kembali (retrieve), menampilkan (represent) dan menyebarkan (transmit) informasi. Perkembangan TI merupakan kombinasi antara kemajuan pesat bidang ilmu komputer dan komunikasi.

    Strategi adalah suatu keputusan yang berkaitan dengan bagaimana suatu masalah itu dipecahkan. Strategi merupakan salah satu tingkat dari hirarki keputusan, yaitu:

  • Kebijakan (policy), yaitu keputusan yang berhubungan dengan apakah suatu masalah akan dipecahkan atau tidak.
  • Strategi(strategy), yaitu keputusan yang berkaitan dengan bagaimana suatu masalah itu dipecahkan.
  • Taktik (tactics), yaitu keputusan mengenai bagaimana strategi itu dapat diimplementasikan.
  • Operasi (operation), yaitu keputusan mengenai bagaimana taktik itu diimplementasikan.

Perkembangan TI dan Perubahan Doktrin.

    Informasi merupakan aset yang strategis bagi setiap organisasi. Inilah sebabnya mengapa banyak pemerintahan ataupun badan tertentu menghabiskan jutaan bahkan miliaran dolar, baik yang secara terbuka dianggarkan ataupun tidak, untuk membentuk badan dalam rangka pengumpulan dan pengolahan informasi mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan ancaman potensial bagi keamanan mereka. Ketiadaan informasi dapat menyebabkan kegagalan terutama dalam bidang militer. Kemampuan untuk menyediakan informasi potensial merupakan faktor yang sangat menentukan dari kekuatan militer suatu negara.

    Dalam doktrin militer, informasi merupakan bagian integral dari Komando dan Kendali yang merupakan kunci pada setiap operasi militer. Komando dan Kendali dalam militer yang modern bersandar pada peralatan komunikasi berkecepatan tinggi dan komputer. Dengan demikian infrastruktur informasi merupakan arena pertempuran untuk memperoleh keunggulan informasi. Berdasarkan fakta ini, lahirlah suatu konsep baru yang disebut Perang Informasi, yang akan merupakan suatu landasan bagi doktrin militer di masa datang.

    Mengingat kemajuan yang sangat pesat dalam bidang teknologi informasi sebagai sarana yang digunakan dalam perang informasi, maka teknologi informasi akan sangat mempengaruhi strategi yang akan diambil dalam rangka mencapai keunggulan informasi. Hal ini membawa perubahan pada bagaimana tugas kemiliteran dijalankan. Teknologi informasi dikombinasikan dengan teknologi perang lainnya memungkinkan untuk menciptakan jenis perang yang secara kualitatif berbeda. Perkembangan teknologi informasi yang sangat cepat juga menyebabkan perubahan yang sangat cepat dalam bidang militer.

    Dengan penggunaan teknologi informasi yang intensif, mendorong terjadinya penyesuaian konsep atau doktrin seiring dengan kemajuan teknologi. Suatu waktu, rasanya sudah cukup untuk membicarakan konsep tentang Komando dan Kendali (K2), yang pada prinsipnya merupakan hubungan intern antara komandan dengan anak buahnya dalam kaitan tugas operasi. Tetapi kemudian ternyata komunikasi dengan kesatuan lain dalam suatu operasi menjadi suatu keharusan. Dengan demikian lahirlah konsep baru yaitu Komando, Kendali, dan Komunikasi (K3). Dengan teknologi komunikasi yang semakin mutakhir, keterangan atau data intelijen yang sangat penting dalam operasi militer dapat diperoleh dari kesatuan lain atau bahkan badan lain di luar kesatuan militer. Ini menghasilkan konsep baru yakni Komando, Kendali, Komunikasi dan Intelijen (K3I). Saat ini dengan kemajuan teknologi komputer banyak analis menulis mengenai Komando, Kendali, Komunikasi, Komputer dan Intelijen (K4I). Meskipun K4I masih menjadi angan-angan tetapi paling tidak menyiratkan suatu pandangan bahwa sistem informasi yang berbasiskan komputer menjadi fungsi yang sangat penting dalam peperangan. Saat ini menurut para analis militer ada konsep baru yaitu Komando, Kendali, Komunikasi, Komputer, Intelijen, dan Manajemen Pertempuran (K4I/MP) sebagai satu kesatuan yang bulat dalam rangka memenangkan pertempuran. (command, control, communications, computers, intelligence and battle management -C4I/BM). Ada pula yang merumuskan dengan Komando, Kendali, Komunikasi, Komputer, Intelijen, Pengamatan dan Pengintaian (K4IPP) – command, control, communications, computers, Surveillance and Reconnaissance - C4ISR)

Teknologi Informasi dan Strategi.

    Perkembangan yang cepat dari teknologi informasi beserta teknologi perang lainnya memungkinkan menciptakan jenis perang yang secara kualitatif berbeda. Perang Teluk merupakan perang dimana penguasaan pengetahuan mengungguli senjata dan taktik, seperti yang ditulis oleh Alan D. Campen “satu ons silikon didalam sebuah komputer mempunyai effek yang lebih dahsyat dari satu ton uranium”.

    Dengan penguasaan pengetahuan yang disebabkan oleh kemajuan dalam bidang teknologi informasi, musuh dapat dibuat bertekuk lutut melalui sarana yang berupa teknologi komputer. Sebagai contoh penggunaan program kecerdasan buatan untuk mensimulasikan formasi dan kekuatan musuh memungkinkan serangan menjadi efektif dengan tingkat keberhasilan yang cukup tinggi.

    Di TV, orang Amerika bisa menyaksikan pergerakan pesawat, tank, dan kendaraan yang lain dalam Perang Teluk, tetapi mereka tidak mengerti bagaimana arus informasi yang menyebabkan semua itu terjadi. Arus informasi itulah yang lebih penting dalam fungsi militer. Ini dimungkinkan karena Amerika Serikat mempunyai “senjata” yang sangat hebat yaitu AWACS (Airborne Warning and Control System) dan J-STARS (Joint Surveillance and Target Attack Radar System). AWACS sebetulnya merupakan pesawat Boeing 707 yang dilengkapi dengan komputer, sarana komunikasi, radar, sensor yang dapat memantau 360 derajat, untuk mendeteksi pesawat dan senjata musuh dan mengirimkan data tersebut kepada J-STARS di darat. J-STARS dapat memberikan sasaran dan gambar pergerakan musuh kepada komandan pada jangkauan 155 mil dalam segala cuaca dengan ketepatan 90 persen. Dengan menggunakan teknologi ini maka sasaran dapat dipilih lebih pada menara gelombang mikro, sentral telepon, jaringan serat optik, dan sarana lain pembawa kabel koaksial komunikasi (Toffler, 1993)

    Pengaruh revolusi teknologi informasi sangat mengagumkan. Hal ini bisa dilihat dari peningkatan kemampuan komputer yang sekitar dua kali lipat setiap delapan belas bulan, jumlah pengguna internet meningkat dua kali lipat setiap tahunnya. Serat optik tunggal memungkinkan satu setengah juta percakapan dalam waktu yang bersamaan, sementara compact disk (CD) mampu menyimpan data sangat besar. Hal ini lah yang memungkinkan lahirnya konsep RMA.

    Konsep RMA sebagai konsekuensi alamiah dari perkembangan teknologi informasi yang sangat cepat juga memungkinkan dibentuknya satuan militer yang baru, yang kegiatannya berkaitan dengan proses pengumpulan, pengolahan dan penyebaran informasi. Amerika Serikat menugaskan National Security Agency untuk merekrut 1.000 spesialis pada satuan baru yang disebut satuan perang informasi.

    Secara strategis perang informasi mempunyai arti yang penting karena sistem informasi ini berhubungan dengan masyarakat. Dengan demikian manusia tidak lagi menjadi target utama dalam perang melainkan informasi. Dilatar belakangi oleh alasan ini lahirlah konsep perang tanpa korban (victimless war), yang secara etis lebih dapat diterima. Seperti dinyatakan Freedman, L. (1996), dalam Lecture on Information Warfare: Will Battle Ever Be Joined?.

    Konsep Perang Informasi didukung perkembangan teknologi informasi dapat meningkatkan kemampuan pasukan, merubah cara kerja organisasi, skala organisasi, sistem integrasi, dan infrastruktur perang ataupun militer.

    Dalam hal peningkatan kemampuan pasukan, US Army mencoba model pertempuran yang menghubungkan setiap prajurit dengan sistem senjata secara elektronis. Tim peneliti dari Motorola dan laboratorium US Army di Natick, Massachusetts, merencanakan suatu prototipe dari peralatan untuk tentara masa depan. Helm prajurit dilengkapi dengan mikrofon untuk komunikasi, night-vision goggles dan thermal-imaging sensors untuk melihat di tempat gelap, dilengkapi layar di depan mata untuk mengetahui posisi dan mampu memberikan informasi yang akurat. Selama simulasi pertempuran di Fort Leavenworth, Kansas, divisi infantri dengan 20.000 personel, yang dilengkapi perlengkapan yang mutakhir tersebut, mampu menaklukkan pasukan dengan kekuatan tiga kali lebih besar. (Washington, D. W. Onward Cyber Soldier. Time Magazine, 146 (8))

    Sesuai dengan cara kerja perang, senjata yang “pintar” membutuhkan prajurit yang pintar pula. Ini sudah dibuktikan dalam Perang Teluk, Amerika dan sekutunya mengirim prajurit terbaiknya. Dengan demikian militer masa depan harus lebih menggunakan otaknya, sehingga mereka dapat berhadapan dengan orang dan budaya yang berbeda, dapat mengatasi ketidakjelasan, mengambil inisiatif, dan bahkan akan menanyakan tentang kewenangan yang boleh diambil. Perkembangan teknologi informasi akan berpengaruh pada sistem pelatihan dan pendidikan terutama yang berkaitan dengan senjata baru. Karena penggunaan teknologi informasi yang cukup intensif, tentara mengenyam pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan orang yang bergerak pada bisnis. Seperti hasil survei yang dilaksanakan oleh North Carolina's Center for Creative Leadership. Hanya 19 persen dari manager di Amerika mempunyai pendidikan post graduate, sedang di tentara 88 persen Brigadir Jenderal mempunyai pendidikan post graduate. Jadi, dalam peperangan saat ini militer tidak hanya sekedar menarik pelatuk saja tetapi memerlukan personel dengan kemampuan yang cukup tinggi.

    Dalam hal ukuran pasukan, teknologi informasi memungkinkan penyusunan pasukan yang lebih kecil dengan formasi yang lebih luwes. Bila pada saat ini ukuran divisi adalah 10.000 sampai 18.000 personel, terdiri dari tiga atau empat brigade dengan masing-masing brigade terdiri dari tiga sampai lima batalion. Di masa depan satu brigade dengan kurang lebih 4.000 personel akan memiliki kemampuan yang sama dengan satu divisi pada saat lampau. Ini berarti bahwa lebih sedikit orang dengan teknologi akan dapat menyelesaikan tugas yang jauh lebih berat dari pada saat lampau.

    Sesuai asas manajemen, teknologi informasi membuat organisasi militer dapat sedikit melonggarkan pengendalian. Teknologi Informasi memungkinkan kekuasaan pengambilan keputusan diserahkan pada tingkat serendah mungkin.

    Dalam pengertian integrasi sistem, Teknologi Informasi membuat kompleksitas pada organisasi militer lebih berat dari pada sebelumnya. Kompleksitas ini dapat diatasi dengan menggunakan peranti lunak yang dirancang untuk keperluan tersebut terutama perkembangan pesat pada peranti lunak data base.

    Dalam hal infrastruktur, militer yang baru memembutuhkan jaringan informasi yang dengan band width besar. Sebagai contoh Perang Teluk, infrastruktur yang digelar mampu menampung 700.000 sambungan telepon, 152.000 pesan setiap hari, dan menggunakan 30.000 frekuensi radio.

    Secara ringkas pengaruh TI pada strategi dapat digambarkan sebagai berikut:

clip_image001

Implementasi TI dalam perubahan strategi

    Implementasi dari teknologi informasi ini terutama adalah pada perubahan konsep lingkup perang dimasa yang akan datang, yaitu precision strike, dominating maneuver, space warfare, and information warfare.

    Precision Strike. Inti dari konsep ini adalah kemampuan untuk mengetahui musuh dari tingkat operasional sampai tingkatan strategi dengan memilih dan memprioritaskan sasaran. Teknologi informasi ini membantu komandan untuk melakukan pengintaian serta penentuan sasaran dengan akurat. Jeffrey McKitrick et. al (1996) dalam The Revolution in Military Affairs menyatakan bahwa kunci dari perbaikan yang sekarang terjadi adalah meliputi perbaikan teknologi di bidang pengintaian, pengamanan, pengolahan data dan komunikasi data, munisi, dan peralatan penentu posisi. (GPS- Global Positioning System). Konsep ini dapat pula diterapkan pada operasi penyelamatan. Ceritera mengenai Kapten Scott O'Grady, pilot pesawat F16 yang ditembak jatuh di Bosnia, menunjukkan bahwa kemajuan dalam bidang teknologi informasi membuat operasi penyelamatan itu berhasil dengan cemerlang. Ini terjadi karena pilot dilengkapi penerima GPS dengan ketepatan 50 kaki dan radio UHF standar. Peralatan ini dapat memberikan informasi posisi kurang dari satu detik. Operasi ini juga sukses karena kemajuan teknologi di bidang enkripsi (persandian) sehingga selama penyampaian informasi pihak lawan tidak dapat mengetahuinya.

    Space Warfare. Konsep ini lebih populer dikenal dengan nama Star Wars yang merupakan area keempat perang yang memanfaatkan lingkungan angkasa luar. Kemajuan teknologi komunikasi terutama satelit memungkinkan space warfare terjadi. Dengan menggunakan satelit, dari ketinggian tertentu dapat memperbaiki dan memperluas pengintaian. Satelit juga dapat menyajikan data rinci sasaran, menyediakan sistem navigasi terutama kepada pasukan tempur, dan memberikan informasi tentang permukaan bumi.

    Dominating Maneuver. Manuver merupakan unsur yang penting di dalam setiap pertempuran. Dominating maneuver diintegrasikan dengan precision strike dan space warfare dapat mematahkan titik pusat lawan dalam rangka menguasai pertempuran. Precision strike dan information warfare menghancurkan sasaran dan melumpuhkan musuh sementara dengan dominating maneuver akan menguasai titik pusat lawan sehingga tidak ada pilihan lain bagi lawan kecuali menyerah. Berkaitan dengan perkembangan teknologi informasi, manuver bisa menjadi sulit bila musuh juga sangat maju dalam bidang ini.

    Information Warfare. Ini berkaitan dengan sistem informasi dan kemampuan yang berkait dengannya. Di masa lalu militer memandang informasi hanya merupakan pendukung pertempuran. Di masa yang akan datang informasi tidak lagi merupakan fungsi pendukung tetapi sudah memegang peranan yang utama di dalam pertempuran. Di masa depan, Teknologi Informasi menyebabkan organisasi yang hirarkis akan menjadi suatu yang usang. Ini akan mendorong ke arah berkembangnya organisasi yang lebih flat, dan struktur yang ada sekarang ini perlu untuk ditinjau ulang.

Implikasinya terhadap TNI.

    Apabila mengacu pada konsepsi diatas, maka masuk dalam kancah perang informasi merupakan suatu keharusan yang tidak bisa dihindari, walaupun tetap harus juga menyiapkan diri dalam pertempuran secara konvensional. Dalam konteks perang informasi, berikut ini ada satu matrikulasi penggunaan Teknologi Informasi di bidang Militer, yang akan berpengaruh terhadap strategi.

Matrik Penggunaan TI di bidang Militer

Tempat Sama Waktu Sama ( I )

Face to face interaction

Face 2 face meeting

(Power point dan Software sejenisnya)

Tempat Sama Waktu Beda ( II )

Off-line interaction

Shifting Batch

(Aplikasi berbasis batch)

Tempat Beda Waktu Sama ( III )

On-line Distributed interaction

Video Conference, Teleconference

(Software yang berkaitan dg komunikasi jarak jauh)

Tempat Beda Waktu Beda ( IV )

Off-line, distributed interaction

Email / mailing list

Approval System Collaboration

    Dari matriks di atas, dapat dilihat bagaimana informasi itu disampaikan mengatasi hambatan ruang dan waktu.

  • Di kuadran pertama (Tempat Sama Waktu Sama) informasi disampaikan secara Face to Face Interaction. Dari sisi penyampaian informasi dalam kuadran ini, peranan TI adalah membantu menyampaikan ide atau informasi dalam bentuk visual seperti dilakukan menggunakan perangkat lunak Presentasi seperti Power Point. Disamping itu masih banyak lagi perangkat lunak untuk menuangkan ide dengan cepat seperti untuk keperluan Brain Storming dan Mind Mapping.
  • Di kuadran kedua (Tempat Sama Waktu Beda) informasi disampaikan secara batch, yaitu diupdate dalam suatu periode waktu tertentu dan baru disampaikan kepada pihak lain. Peranan TI dalam kuadran ini adalah memfasilitasi data dengan perangkat lunak yang mengakomodasi pemutakhiran data secara berkelompok (batch), yang merupakan teknologi yang sudah sangat kuno.
  • Di kuadran ketiga (Tempat Beda Waktu Sama) informasi disampaikan melintasi rentang tempat yang berbeda dari suatu pihak ke pihak yang lain. Peranan TI dalam kuadran ini adalah melalui fasilitas yang mampu menjembatani perbedaan tempat. Saat ini sudah banyak perangkat lunak yang berkaitan dengan hal tersebut, seperti chatting, video conferencing, dan semenjak ditemukannya teknologi web maka aplikasi yang dikembangkan cenderung mendukung konsep online distributed interaction.
  • Di kuadran keempat (Tempat Beda Waktu Beda) informasi dapat disampaikan dimana saja dan kapan saja. Pada saat yang lalu konsep ini rasanya mustahil dilaksanakan, namun dengan kemajuan teknologi informasi saat ini memungkinkan untuk dilaksanakan. Dalam kuadran ini, informasi disampaikan bisa melintasi hambatan ruang dan waktu, bahkan ketika satu pihak sedang “tidur” pun informasi itu bisa sampai pada alamatnya. Satu dari penulis sudah mempraktekkan hal ini dengan membuat Collaboration Website ketika ditunjuk menjadi panitia CHOD (Chief of Defence) Conference di Bali Bulan November 2008 yang lalu. TNI dan USPACOM memanfatkan konsep ini untuk mendukung komunikasi dan arus informasi antar panitia. Hasilnya adalah suatu informasi yang dibangun atas dasar kolaborasi untuk menjembatani perbedaan waktu dan tempat antara Hawaii dan Indonesia.

    Dengan matrikulasi ini tampak bahwa perang informasi pun akan semakin kompleks dan semakin luas jangkauannya dan tentunya akan berpengaruh terhadap konsep operasi, doktrin, organisasi, infrastruktur, integrasi sistem, serta pendidikan dan latihan TNI.

Bagaimana Penerapan TI di Lembaga Pendidikan?

    Dalam era teknologi informasi terutama apabila mengacu pada kuadran keempat dalam matrikulasi diatas, organisasi yang hebat dan besar seperti apapun saat ini tidak bisa maju sendirian. Organisasi ini akan kalah bersaing dengan organisasi kecil yang saling berkolaborasi. (Saat ini tampak jelas dalam konteks militer adanya kecenderungan beberapa negara berkolaborasi untuk menghadapi negara yang lebih besar). Salah satu aplikasi Teknologi Informasi di bidang pendidikan yang terkait dengan kolaborasi adalah mendukung konsep manajemen pengetahuan (Knowledge Management).

    Selama ini kendala di dalam melakukan proses belajar mengajar di Seskoad misalnya, adalah terbatasnya ruang dan waktu untuk berinteraksi antara dosen dengan siswa. Apakah interaksi antara dosen dan siswa hanya pada saat pelajaran saja ?. Tentunya tidak demikian. Interaksi harus tetap ada selama siswa mengikuti pendidikan. Bayangkan apabila dosen tersebut hanya mengajarkan materi selama 4 jam pelajaran dalam setahun, dan pelajaran yang diberikan tidak dilanjutkan dengan diskusi. Pada akhirnya siswa tidak dapat secara optimal mengembangkan dan menginteraksikan materi yang didapat dari sang dosen dengan materi lain yang berkaitan, padahal siswa seskoad diharapkan mampu berpikir secara komprehensif dan integratif. Idealnya selama siswa melaksanakan pendidikan 11 bulan, interaksi tetap berlangsung antara dosen dan siswa walaupun materi yang disampaikan dosen tersebut hanya 4 JP. Contoh pemanfaatan manajemen pengetahuan lainnya adalah dalam pembimbingan Taskap. Dengan memanfaatkan manajemen pengetahuan, dosen dapat memberikan bimbingan kepada siswa kapan saja dan dimana saja tanpa harus terikat ruang dan waktu, demikian juga sebaliknya dengan siswa. Hal ini tentunya akan sangat bermanfaat bagi siswa yang waktunya sangat terbatas, dan juga dosen yang ruangnya sangat terbatas.

    Selain mendukung proses belajar mengajar, manajemen pengetahuan ini juga dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kemampuan dan wawasan intelektual dosen melalui proses berbagi pengetahuan. Sebagai contoh, Dosen Seskoad dapat mengadakan kolaborasi dengan Dosen sipil (baik dalam maupun luar negeri) dalam menyusun karya tulis bersama. Bentuk kolaborasi ini juga dapat dimanfaatkan untuk membangun ruang dan jaring intelektual dalam rangka mendukung proses pendidikan maupun tugas-tugas lainnya.

    Apa yang digambarkan diatas sangat memungkinkan dilakukan pada saat ini, dengan menggunakan sarana yang ”gratis”, seperti misalnya ”docs.google.com”. Dengan mengadakan kolaborasi ini maka akan terjadi percepatan akumulasi pengetahuan di lemdik dan akumulasi pengetahuan ini dibagikan lagi kepada organisasi dan siswanya, dan pada gilirannya juga akan memajukan lemdik.

    Semoga tulisan ini dapat menggugah para dosen di Seskoad dan para perwira TNI AD untuk memanfaatkan teknologi informasi guna mendukung tugas pokok sesuai bidang masing-masing.

 

Budiman S. Pratomo (budiman@dephan.go.id)

Analis Sistem Informasi - Pusinfolahta TNI

Heri M. Siagian (heimas1123@gmail.com; heimas1123@yahoo.co.id)

Dosen Muda - Seskoad

Baca selengkapnya . . .