04 April 2009

Agama: Merubah dari sumber konflik menjadi solusi kehidupan melalui peningkatan kesadaran

Oleh : Heri Marjaga Siagian ( ditulis untuk majalah KVJ Seskoad 2009 )

Pendahuluan.

     Keberadaan konflik di tengah umat manusia dimulai sejak beribu-ribu tahun lalu, bahkan sejak awal manusia diciptakan. Konflik telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia. Dalam ekskalasi terendah konflik terjadi pada tingkat pikiran dalam diri manusia, namun pada ekskalasi tertinggi konflik dapat berwujud kekerasan fisik bahkan perang antar manusia. Menurut pandangan spiritual, keberadaan konflik di dalam kehidupan manusia tentunya tidak terlepas dari rencana Tuhan. Salah satu bukti yang patut di syukuri manusia, bahwa keberadaan konflik menjadi jalan bagi lahirnya agama. Agama merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia, karena melalui agama manusia dapat mengetahui dan mengenal Tuhan. Melalui agama juga manusia memperoleh pengetahuan tentang kehidupan dan bagaimana seharusnya manusia menjalani kehidupan.

     Agama diturunkan Tuhan untuk manusia dan untuk digunakan oleh manusia didalam menjalani kehidupan. Agar penggunaan agama menghasilkan manfaat, maka manusia perlu memahami ajaran-ajaran Tuhan di dalam agama. Untuk memahaminya bukanlah perkara yang mudah, karena agama bukan berasal dari manusia melainkan dari Tuhan. Oleh karenanya manusia harus menggunakan segenap perangkat yang telah diberikan Tuhan di dalam diri setiap manusia. Melalui agama kita mengetahui bahwa manusia tersusun dari fisik, jiwa dan roh. Namun agama tidak menggambarkan secara rinci tentang jiwa dan roh ini, sehingga pemahaman manusia sangat terbatas. Karena pemahaman yang sangat terbatas terhadap jiwa dan roh, manusia lebih banyak mengandalkan perangkat fisik dalam memahami dan menanamkan ajaran agama.

     Mencermati perjalanannya dalam kehidupan manusia, agama yang seharusnya menjadi pedoman dalam menjalani kehidupan justru menjadi alasan yang sangat efektif untuk membenarkan kekerasan bahkan peperangan. Sejak dahulu, semangat manusia untuk berperang sangat mudah dikobarkan dengan menjadikan agama sebagai alasan. Seperti terjadinya Perang Salib (1094-1344 M). Berawal dari kepentingan ekonomi para pedagang Eropa yang ingin meluaskan wilayah perdagangan, kemudian berkembang menjadi masalah politik setelah kejatuhan Konstantinopel dan direbutnya tempat ziarah orang Eropa di Yerusalem oleh Turki. Keadaan ini dimanfaatkan Kaisar Konstantinopel yang ingin mengembalikan kekuasaannya dengan meminta bantuan Paus Urbanus II. Pada tahun 1095 Paus Urbanus II berseru kepada seluruh umat Kristiani di Eropa untuk melakukan perang suci.

     Peristiwa konflik Timur-Tengah, sekalipun masalah utamanya pendudukan wilayah Palestina oleh Israel, namun tidak sedikit yang mengangkatnya sebagai konflik agama. Terutama setelah menyaksikan dukungan negara-negara besar dunia terhadap Israel, dan minimnya pembelaan terhadap Palestina. Di negara kita sendiri, beberapa kejadian konflik komunal seperti peristiwa Ambon, Poso merupakan konflik agama. Apakah sebenarnya penyebab yang mendasar sehingga agama yang seharusnya menjadi pedoman manusia di dalam menjalani kehidupan, berubah menjadi sumber terjadinya konflik yang merusak kehidupan itu sendiri.

Penyebab terjadinya konflik.

     Beberapa teori yang menjelaskan penyebab terjadinya konflik, antara lain: Teori Hubungan Masyarakat, beranggapan bahwa konflik disebabkan oleh polarisasi yang terus terjadi, ketidakpercayaan dan permusuhan di antara kelompok yang berbeda dalam suatu masyarakat; Teori Negosiasi Prinsip, menganggap bahwa konflik disebabkan oleh posisi-posisi yang tidak selaras dan perbedaan pandangan tentang konflik oleh pihak-pihak yang mengalami konflik. Mencermati substansi yang disampaikan kedua teori tersebut: Pertama, tanpa disadari keberadaan agama sebenarnya telah menjadi alat pemisah yang membagi manusia kedalam kelompok yang berbeda dalam struktur masyarakat; Kedua, pemahaman dan penanaman ajaran agama melalui pikiran sadar membawa konsekuensi terjadinya perbedaan pandangan dalam memahami konsep agama. Sebagaimana kita ketahui bahwa agama telah menjadi hal yang sangat prinsip, khususnya di negara-negara agamis. Perbedaan pandangan didalam memahami ajaran-ajaran agama dapat menimbulkan masalah yang sangat serius. Potensi terjadinya perbedaan pandangan terhadap ajaran agama yang sama terlebih agama yang berbeda sangatlah besar ketika alat yang digunakan untuk memahami hanya pikiran sadar. Pikiran sadar akan selalu menarik kesimpulan akhir kedalam dua titik ekstrim ( seperti dalam garis datar ): Benar dan salah, tinggi dan rendah, baik dan jahat, panjang dan pendek, dsb. Karena sifat relatif pikiran sadar dalam menentukan suatu kebenaran, tidak menutup kemungkinan akan terjadi dua kesimpulan yang berbeda dalam satu obyek. Contoh: Penggaris A dengan panjang 15 cm, penggaris B dengan panjang 30 cm dan penggaris C dengan panjang 50 cm. Ketika penggaris A dan B di sejajarkan maka pikiran sadar akan menyimpulkan bahwa penggaris A pendek dan penggaris B panjang. Namun ketika penggaris B disejajarkan dengan penggaris C maka pikiran sadar akan menyimpulkan bahwa penggaris B pendek dan penggaris C panjang. Dalam satu masa penggaris B dikatakan panjang, namun pada masa yang lain penggaris B menjadi pendek, padahal panjang penggaris B sama sekali tidak berubah ( obyek yang sama ). Dengan demikian pemahaman seseorang terhadap ajaran agama sangat berpotensi menimbulkan perbedaan pandangan.

     Menurut pandangan kalangan spiritual, pada kesadaran yang lebih tinggi ( dimensi bawah sadar ), pemahaman konsep yang saling berlawanan tidak ditempatkan dalam sebuah garis datar, melainkan dalam sebuat garis lingkaran yang tidak memiliki ujung dan pangkal. Perspektif kesadaran yang lebih tinggi tidak menempatkan benar dan salah kedalam dua titik ekstrim yang berlawanan, melainkan dalam sebuah kesatuan yang saling melengkapi. Manusia tidak akan tahu apa itu benar tanpa pernah ditunjukkan apa itu salah, manusia tidak akan tahu apa itu terang tanpa pernah ditunjukkan apa itu gelap. Pada kesadaran yang lebih tinggi, salah itu dibutuhkan untuk mengetahui apa itu benar. Namun pada pikiran sadar ( kesadaran yang terendah ), salah justru dijadikan sebagai pilihan. Contoh sederhana: Korupsi. Pada kesadaran yang lebih tinggi korupsi tidak akan terjadi, karena korupsi hanyalah alat bantu untuk mengetahui apa itu kejujuran. Sebaliknya pada kesadaran terendah / pikiran sadar, kejujuran dan korupsi ditempatkan dalam dua kutub ekstrim yang berlawanan. Pada titik ini manusia dihadapkan kepada suatu konflik di dalam pikiran sadar antara memilih kejujuran atau korupsi. Apabila manusia tersebut memiliki nilai-nilai kejujuran di dalam dirinya, maka dia akan memilih kejujuran. Sebaliknya apabila nilai-nilai itu tidak tertanam di dalam dirinya, maka ia akan memilih korupsi. Disinilah salah satu peran agama, yaitu menanamkan nilai-nilai yang akan mendorong manusia melakukan seperti apa yang dikehendaki Tuhan dan menjauhi apa yang dilarang oleh Tuhan.

Penanaman konsep agama.

     Dalam penanaman konsep agama idealnya tidak diberikan secara sekaligus, melainkan secara bertahap/bertingkat. Sama halnya ketika bersekolah, penanaman konsep pengetahuan juga dilaksanakan secara bertingkat, dimulai TK, SD, SMP, SMA dan seterusnya. Kepada anak-anak SD kita belum bisa menyampaikan bahwa 1+1 =10, karena mereka baru memahami bahwa 1+1=2. Ketika konsep ini disampaikan kepada murid SD, anak-anak tidak akan percaya bahkan bisa jadi guru dikatakan sebagai pembohong. Mengapa demikian ?, karena perangkat yang mereka ketahui adalah jari tangan atau kalkulator yang terlihat secara fisik. Berbeda halnya apabila kita sampaikan konsep ini kepada murid-murid SMA. Ketika kita minta mereka menghitung 1+1 dalam bilangan basis dua, maka otomatis mereka akan menjawab 10. Oleh karenanya dalam menanamkan sebuah konsep harus memegang prinsip keadilan, menjadi tidak adil ketika kita menyampaikan bahwa 1+1=10 kepada murid-murid SD walaupun apa yang kita sampaikan adalah sebuah kebenaran.

     Apa yang akan terjadi ketika penanaman konsep pengetahuan berakhir pada tingkatan Sekolah Dasar ?. Ketika si anak berubah menjadi dewasa atau menjadi tua, maka konsep pengetahuan yang tertanam dibenaknya tidak ada bedanya dengan seorang murid SD. Dan konsep yang dimiliki inilah yang juga akan diturunkan kepada anaknya atau orang lain. Ketika sang orang tua diberikan konsep pengetahuan yang sama namun dengan pendekatan yang lebih tinggi oleh seorang remaja murid SMA, apakah yang akan terjadi ?. Perdebatan. Sekalipun sang murid SMA menjelaskan bahwa 1+1=2 adalah benar, namun dalam bilangan basis dua 1+1 adalah 10, sehingga apabila jawabannya 2 akan menjadi salah. Apa yang terjadi dengan sang orang tua ?, apapun cara yang digunakan sang remaja SMA tidak akan mampu merubah pendapat sang orang tua. Sang orang tua tidak akan bisa menerima bahwa 1+1=10, karena konsep yang tertanam dibenaknya bahwa 1+1 hanya 2 jawabnya, selain 2 maka itu adalah sebuah kebohongan. Lalu, apa yang harus dilakukan sang remaja SMA dalam situasi seperti ini ?. Bertindak adil. Sekalipun berhadapan dengan seorang tua, namun karena konsep yang ada dibenaknya hanyalah tingkatan SD maka sang remaja SMA harus berlaku adil dengan memberikan seperti apa yang dipahami sang orang tua. Apa yang terjadi apabila tidak bertindak adil ?, pertengkaran, konflik.

     Metode dalam penanaman konsep agama seharusnya dilakukan seperti analogi yang diuraikan di atas. Namun yang menjadi pertanyaan, apakah penanaman konsep agama sudah dilaksanakan dengan metode semacam itu ?. Inilah yang menjadi masalah utama dalam penanaman konsep agama-agama di dunia. Sebagian terbesar manusia hanya memahami pikiran sadar, sementara pikiran bawah sadar masih merupakan tanda-tanya besar yang sedang ditelusuri oleh ilmu pengetahuan. Sehingga manusia baru mampu memahami ajaran agama dalam tingkatan paling rendah. Ketika pikiran sadar menyimpulkan hal-hal prinsip dalam ajaran agama, maka prinsip-prinsip tersebut akan dibela mati-matian, bahkan bila perlu sampai mati. Inilah kondisi nyata yang terjadi di dalam perjalanan agama-agama di dunia.

Pengetahuan dan kesadaran

     Secara kodrati manusia memiliki dua pengendali utama dalam dirinya, yaitu: otak, sebagai pikiran yang berperan membangun pengetahuan; dan hati, sebagai pusat perasaan yang membangun kesadaran. Pengetahuan dan kesadaran adalah dua hal yang sama sekali berbeda. Pengetahuan sifatnya sangat terbatas, sedangkan kesadaran tidak terbatas. Pengetahuan hanya dapat menjangkau hal-hal bersifat fisik inderawi, sedangkan kesadaran dapat menjangkau hal-hal di luar fisik inderawi. Pengetahuan menghasilkan perspektif berdasarkan pemikiran, sedangkan kesadaran menghasilkan perspektif berdasarkan pengalaman. Misalkan untuk mencari tahu seperti apa sebenarnya jiwa manusia itu, dimanakah jiwa itu di dalam diri manusia, kalau raganya perempuan apakah wujud jiwa juga perempuan, apakah makanan jiwa itu, apakah jiwa juga bernafas. Pengetahuan memerlukan penelitian dan pengujian secara empirik, namun terbatasnya kemampuan inderawi manusia saat ini, membuat manusia belum mampu untuk merasakan dimensi non fisik seperti jiwa manusia. Sehingga pengetahuan berhenti pada kesimpulan yang bersifat dugaan, sementara.

     Berbeda halnya dengan kesadaran, kesadaran akan memberikan informasi yang lengkap seperti apa jiwa itu, karena kesadaran akan membawa manusia merasakan dan mengalami langsung pengalaman sebagai jiwa, sehingga informasi dan kesimpulan yang diperoleh melalui kesadaran berakhir pada kesimpulan yang hakiki.

     Dalam buku piece of mind dikatakan bahwa pikiran manusia 12 % merupakan pikiran sadar, sisanya merupakan pikiran bawah sadar. Ilmu Pengetahuan juga belum mengetahui banyak tentang pikiran bawah sadar ini. Namun ilmu pengetahuan memberi gambaran, bahwa seorang jenius seperti Albert Einstein menggunakan 5% - 6% pikiran sadar. Dalam pandangan spiritual dikatakan bahwa tubuh manusia terdiri dari tubuh fisik dan tubuh non fisik. Tubuh non fisik terdiri dari 6 lapis dengan jiwa sebagai pusatnya. Ilmu pengetahuan manusia memang belum dapat menjangkau pandangan ini, sehingga pemahaman terhadap hal ini hanya terbatas pada sebagian kecil manusia yang pernah merasakan dan mengalami tubuh non fisiknya. Mungkinkah sisa 88 % pikiran bawah sadar merupakan pikiran dari tubuh non fisik manusia ?. Pada titik ini tampaknya ada kesamaan pandang antara ilmu pengetahuan dengan spiritual. Buku piece of mind mengatakan bahwa ketika pikiran sadar berada dalam keadaan Theta ( keadaan dimana pada pengukuran menggunakan elektro ensefalograf, gelombang energi otak berada pada 3,5 - 7 cps ) manusia mulai memasuki pikiran bawah sadar. Sedangkan pandangan spiritual mengatakan bahwa ketika pikiran manusia berada dalam keadaan Theta, maka manusia mulai merasakan kesadaran sebagai jiwa.

Belajar sadar

     Kesadaran adalah hal yang ada pada manusia. Diberikan satu paket oleh Tuhan ketika manusia diberikan kehidupan oleh Tuhan. Yang terjadi adalah bahwa manusia telah melupakan kesadaran yang dimilikinya. Kesadaran dalam dimensi fisik, dimensi jiwa dan dimensi roh adalah hal yang melekat dalam diri manusia. Jangankan kesadaran dalam dimensi jiwa atau roh, manusia sendiri jarang mempedulikan kesadaran yang bisa dirasakannya saat ini, yaitu kesadaran fisik.

     Pernahkah kita mencoba dalam keheningan untuk merasakan jantung kita sendiri ?. Pernahkah kita menyadari bahwa jantung kita belum pernah berhenti barang satu menit saja selama kita hidup ?. Pernahkah kita menyadari bahwa jantung kita memompa 5 liter darah ke seluruh tubuh dalam setiap denyutnya ?.Tidak pernah ada di dunia ini mesin ciptaan manusia yang hidup terus menerus tanpa pernah berhenti dan memompa lebih dari 600.000 galon darah setiap tahunnya. Bukankah itu suatu keajaiban yang tidak pernah kita sadari ?.Pernahkah kita belajar dari jantung kita tentang bagaimana kita menjalani hidup ?. Seperti itulah seharusnya kita menjalani hidup, tetap berbuat, memberikan kehidupan kepada dunia, seperti halnya jantung kita memberikan kehidupan kepada seluruh bagian tubuh kita.

     Pernahkah kita merasakan aliran darah di tubuh kita ?. Apakah darah kita hanya mengantarkan sari makanan ke seluruh tubuh kita ?. Tidak, darah juga mengambil sisa-sisa makanan dari seluruh tubuh kita. Apakah ada bagian tubuh kita sekecil apapun yang tidak diberikan makanan oleh darah kita ?. Tidak, tidak ada satupun bagian tubuh sekecil apapun yang terlewatkan oleh darah kita. Mengapa kita tidak belajar dari darah kita ?. Andaikan pemerintah diseluruh dunia bisa belajar dari darah, tentunya tidak pernah ada orang yang kelaparan karena tidak ada yang hendak dimakan.  

     Dan yang terpenting dari itu semua, pernahkah kita berterimakasih kepada jantung kita, darah kita, tubuh kita dan yang menciptakan itu semua ?. Lakukanlah, mulailah dari kesadaran yang kita sadari.

Penutup.

     Agama pada hakekatnya adalah perangkat yang diberikan oleh Tuhan kepada manusia agar manusia dapat menjalani kehidupan sebagaimana yang Tuhan kehendaki. Bahwa benar dan salah, baik dan buruk, terang dan gelap dan segala yang diciptakan berlawanan atau berpasangan oleh Tuhan adalah satu kesatuan yang saling melengkapi, namun apabila kita terpaksa harus menentukan pilihan karena keterbatasan kesadaran kita, maka gunakanlah pilihan kita dengan bijak. Kesadaran adalah kunci untuk memperoleh kebenaran hakiki, belajarlah kesadaran ini dari yang terendah hingga yang tertinggi agar tingkap-tingkap rahasia alam semesta terbuka bagi kita dan kita dapat kembali kepadaNYA seutuhnya. Amin.

4 komentar:

  1. Semua agama mengajarkan kasih sayang, saling menghormati saling menghargai sesama umat manusia didunia ini.Karena pada dasarnya kita dari keturunan yang sama yakni Nabi Adam dan Hawa.Untuk itu aqidah dan ahlak serta pamahaman agama harus betul-betul dimengerti dalam setiap individu manusia.

    BalasHapus
  2. Kok tahu kalo kita turunan nabi adam? kita aja nggak yakin 100% kalo kita tuh anaknya orang yang selama ini kita panggil bapak atau ibu, karena kita nggak pernah lihat sendiri

    BalasHapus
  3. Selamat ulang tahun seskoad...

    BalasHapus
  4. be good and happines again selamat ulang tahun seskoad

    BalasHapus

Tuliskan pertanyaan anda disini.